Ingat! Kepemimpinan yang Hakiki adalah Melayani

KEPEMIMPINAN yang hakiki adalah melayani. Mungkin ini terdengar seperti jargon kampanye. Karena realitanya sekarang, berbicara tentang kepemimpinan adalah berbicara tentang kekuasaan dan power.

Ingat! Kepemimpinan yang Hakiki adalah Melayani
net

KEPEMIMPINAN yang hakiki adalah melayani. Mungkin ini terdengar seperti jargon kampanye. Karena realitanya sekarang, berbicara tentang kepemimpinan adalah berbicara tentang kekuasaan dan power.

Orang bernafsu menjadi pemimpin agar menjadi seorang yang berkuasa dan mendapatkan harta. Di masa jahiliyah tidak melulu demikian. Kepemimpinan adalah untuk melayani. Dari melayani itulah mereka baru mendapatkan nama harum dan kemuliaan.

Setelah Qushay wafat, kepemimpinan Mekah dengan segala pengaturannya diserahkan kepada anaknya yang bernama Abdud Daar. Anak-anaknya yang lain, Abdu Manaf (kakek ke-3 Nabi), Abdul Uzza, dan Abdu Qushay, setia dan menghormati keputusan sang ayah. Sampai akhirnya ketika mereka semua wafat barulah terjadi perebutan kekuasaan antara anak-anak Abdu Manaf dan Abdud Daar. Kemudian dimusyawarahkan. Hasilnya, pembagian tugas dibagi. Bani Abdu Manaf dipercaya mengurusi konsumsi dan air. Sedangkan pemegang panji perang dan pengelolaan lembaga permusyawaratan tetap diserahkan ke Bani Abdud Daar (Lathif, 2014: 13-14).

Yang membuat kita heran, bagaimana masyarakat padang pasir yang hidup di tengah gurun gersang, sedikit air, berebut menjadi penyedia air untuk jamaah haji? Ditambah lagi, 300 tahun sebelum Qushay berkuasa, sumur zamzam telah ditimbun oleh Kabilah Jurhum saat mereka diusir orang-orang Khuzaah dari Mekah (Mubarakfury, 2005: 20). Zamzam baru diketemukan lagi di masa kakek ke-1 Nabi, Abdul Muthallib (Harun, 2003: 31). Terbayang di benak kita betapa sulitnya air pada saat itu. Tapi mereka berebut menjadi penyedia air. Ini menunjukkan, mereka rela bersusah payah mengorbankan harta, tenaga, dan waktu untuk melakukan pengabdian. Sehingga wajar mereka ditokohkan.


Editor : JakaPermana