KDRT dan Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan di Jabar Masih Tinggi

Kasus kekerasan terhadap perempuan masih menjadi permasalahan sosial yang terjadi di Jawa Barat. Berdasarkan catatan, SAPA Institute tercatat ada 294 kasus sepanjang Januari-Desember 2019.

KDRT dan Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan di Jabar Masih Tinggi

INILAH, Bandung,- Kasus kekerasan terhadap perempuan masih menjadi permasalahan sosial yang terjadi di Jawa Barat. Berdasarkan catatan, SAPA Institute tercatat ada 294 kasus sepanjang Januari-Desember 2019.

Koordinator program SAPA Institute, Dindin Syarifudin mengatakan, dari 294 data pelaporan kekerasan terhadap perempuan yang diterimanya, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan seksual (KS) masih mendominasi di Jawa Barat.

"Sapa Institut mencatat sebanyak 115 kasus KDRT, 79 kekerasan seksual, 67 trafficking, dua kasus kekerasan TKW, dan beberapa kategori lainya," ucap Dindin di Aula Kantor Media Pikiran Rakyat, Jalan Asia-Afrika, Kota Bandung, Kamis (13/2/2020).

Baca Juga : Di Acara Kopdar Anne Paparkan Program Ini ke Kang Emil

Lebih lanjut, kasus KDRT di Jawa Barat paling banyak terjadi di wilayah Kabupaten Bandung. Tak tanggung-tanggung hampir setengah jumlah laporan ke SAPA Institute didominasi di wilayah tersebut. "Kabupaten Bandung mendominasi KDRT ada 52 kasus," ungkap Dindin.

Dindin menyebutkan, jenis kekerasannya pun bervariatif, mulai dari kekerasan secara fisik hingga secara psikis diterima korban. "Macam-macam yah mulai dari kekerasan fisik seperti dipukul dan lainnya, ada juga yang kekerasa secara psikologis atau psikis seperti dihina, direndahkan," ungkap Dindin.

Ditemui ditempat yang sama, Konselor WCC (Women Crisis Center) Pasundan Durebang, Obertina Johanis memaparkan, cara pandan atau pemikiran laki-laki yang salah kerap kali menjadi satu faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan.

Baca Juga : Puting Beliung di Cibeber-Cianjur Rusak Rumah dan Sekolah

Misalnya, sudut pandang yang mengatakan kedudukan perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Sebagian masyarakat masih menilai hal itu sebagai pembenaran untuk melakukan kekerasan. "Cara pandang masyarakat khususnya laki-laki yang menganggap bahwa kekerasan terhadap perempuan itu adalah syah," ujar Obertina.

Halaman :


Editor : Ghiok Riswoto