Bahagia Datang dalam Rasa Qanaah

Seorang raja hidup di istana kerajaannya. Semestinya ia merasa senang dengan segala kekuasaan dan kemewahan yang ia miliki. Namun, ia belum juga merasa puas dengan dirinya sendiri dan kondisi yang ia hadapi.

Bahagia Datang dalam Rasa Qanaah
Ilustrasi/Net

Akibatnya, kekesalan memenuhi perasaannya. Dia mengumpat dan membentak istrinya, dan juga menghardik anak-anaknya. Tidak pernah ia berbuat seperti itu sebelumnya.

Setelah itu ia berangkat ke tempat kerja dalam kondisi kesal. Tidak ada senandung kecil yang selalu ia lantunkan keluar dari mulutnya. Dia bekerja dengan perasaan dongkol dan mudah tersinggung. Dalam pikirannya hanya ada bagaimana cara mengumpulkan uang untuk membeli satu keping emas lagi.

Melihat perubahan yang sangat drastis tersebut, raja menyampaikan kepada mentrinya apa yang terjadi, dan baginda sangat tercengang dengan itu semua.

Raja berkata kepada menterinya:"Sungguh kebahagiaan itu kadang datang hanya dengan perasaan qanaah (merasa cukup). Bila ketamakan menguasai perasaan, ia akan menghancurkan dan merusaknya.

Mempunyai rasa ingin itu sesuatu yang dibenarkan. Akan tetapi rakus dan tamak itu sifat yang mencelakakan.

Jadi yang dituntut sebenarnya rasa qanaah tanpa disertai kelemahan dan kemalasan, di samping rasa ingin yang tidak disertai rakus dan tamak. 

Sumber Fimadani


Editor : Bsafaat