Guru Besar IPB University Beberkan Rekayasa Agro-Ekofisiologi untuk Pengembangan Ubi Kayu di Indonesia 

Guru Besar IPB University Suwarto membeberkan rekayasa Agro-Ekofisiologi untuk pengembangan ubi kayu nasional berdaya saing dan berkelanjutan. Hal tersebut dimaksudkan agar ubi kayu menjadi komoditas strategis dan penggerak ekonomi. 

Guru Besar IPB University Beberkan Rekayasa Agro-Ekofisiologi untuk Pengembangan Ubi Kayu di Indonesia 
Guru Besar IPB University Suwarno memaparkan, saat ini pengembangannya diusahakan paling tidak oleh 105 negara tropika. Tanaman ini dikenal sebagai tropical potato dan the world’s most interesting vegetable karena mampu berproduksi di lahan marjinal ketika tanaman lain tidak berproduksi. (tangkjapan layar)

INILAHKORAN, Bogor - Guru Besar IPB University Suwarto membeberkan rekayasa Agro-Ekofisiologi untuk pengembangan ubi kayu nasional berdaya saing dan berkelanjutan. Hal tersebut dimaksudkan agar ubi kayu menjadi komoditas strategis dan penggerak ekonomi. 

"Dunia dan Indonesia dihadapkan pada masalah bagaimana memenuhi kebutuhan pangan dan energi yang terus meningkat. Permasalahan krisis pangan dan kelaparan massal menjadi isu penting dalam SDGs G-10 di Bali 2022 terkait perubahan iklim. Keberadaan ubi kayu menjadi komoditas yang sangat strategis di masa depan sebagai sumber kabohidrat untuk pangan, pakan, energi, dan industri lainnya," ungkap Suwarno melalui zoom meeting IPB University, Kamis 23 November 2023.

Suwarno memaparkan, saat ini pengembangannya diusahakan paling tidak oleh 105 negara tropika. Tanaman ini dikenal sebagai tropical potato dan the world’s most interesting vegetable karena mampu berproduksi di lahan marjinal ketika tanaman lain tidak berproduksi.

Baca Juga : Diperiksa Kejari Kabupaten Bogor, Kepala Desa Leuwinutug Malah Senang, Kok Bisa?

"Value chain atau rantai nilai yang panjang dari produksi hingga penggunaan untuk konsumsi langsung, industri pangan, dan industri lainnya menjadikan komoditas ini sebagai penggerak perekonomian nasional," paparnya.

"Indonesia defisit ubi kayu. Indonesia mengalami defisit rata-rata 5,4 juta ton per tahun pada periode 2019-2024. Penyebab defisit adalah produktivitas rendah (rata-rata 25 ton/hektare), 52,07% dari potensinya (47,51 ton/hektare).  Bila produktivitas tetap diperlukan tambahan luas panen 361.346 hektare. Bila produktivitas menjadi 40 ton/hektare maka di tahun 2024, tidak perlu tambahan luas panen," tambah Suwarno.

Suwarno membeberkan, produktivitas penentu daya saing dan keberlanjutan. Produktivitas yang rendah melemahkan daya saing dan keberlanjutan peran ubi kayu dalam perekonomian nasional karena tidak ada titik temu kepentingan dua pelaku utama, petani produsen umbi dan industri tapioka, gaplek/chip serta mocaf. 

Baca Juga : Sejumlah Kades di Citeureup Diperiksa Kejari Kabupaten Bogor, Ini Komentar Kepala DPMD

"Petani menuntut harga tinggi untuk pendapatan yang layak, sebalikanya pihak industri/pengolah menghendaki bahan baku umbi pada tingkat harga tapioka yang bersaing. Titik temu kepentingan kedua pihak tersebut adalah meningkatkan produktivitas minimal 40 ton/hektare," bebernya.

Halaman :


Editor : Doni Ramdhani