Hukum Mengupil di Tempat Umum dari Kacamata Islam

PADA dasarnya, mengupil adalah kegiatan yang hukumnya mubah. Hanya saja akan menjadi masalah, ketika mengupil di lakukan di khalayak umum, atau cukup di hadapan orang lain. Karena ada hak orang lain yang terusik oleh perbuatan itu, yaitu menyebabkan orang yang melihatnya merasa jijik.

Hukum Mengupil di Tempat Umum dari Kacamata Islam
Ilustrasi/Net

PADA dasarnya, mengupil adalah kegiatan yang hukumnya mubah. Hanya saja akan menjadi masalah, ketika mengupil di lakukan di khalayak umum, atau cukup di hadapan orang lain. Karena ada hak orang lain yang terusik oleh perbuatan itu, yaitu menyebabkan orang yang melihatnya merasa jijik.

Di sini, kita menemukan suatu sifat yang dapat membantu untuk mengetahui hukum mengupil di depan umum atau di hadapan orang lain, yaitu membuat jiwa merasa jijik (tuafih al-anfus). Beberapa hadis menerangkan larangan melakukan tindakan yang dapat menyebabkan jijik. Diantaranya, hadis tentang larangan buang air kecil di air yang menggenang. Nabi shallallahualaihi wa sallam bersabda, "Janganlah seseorang dari kalian kencing di air yang menggenang; yang tidak mengalir, lalu dia mandi menggunakan air tersebut." (HR. Bukhori)

Penulis Kifayatul Akhyar, mengutip pernyataan Imam Ar-Rafii rahimahumallah yang menjelaskan alasan larangan ini, "Larangan ini mencakup air menggenang sedikit maupun banyak. Karena tindakan tersebut dapat menimbulkan rasa jijik. Pada air yang sedikit, larangan lebih ditekankan, karena dapat menyebabkan air menjadi najis." (Kifayatul Akhyar, hal.25)

Baca Juga : Shahih! Dua Doa Andalan Nabi untuk Menarik Rezeki

Imam Tabrani meriwayatkan sebuah hadis dari sahabat Ibnu Umar radhiyallahuanhuma-, yang menerangkan larangan buang hajat di bawah pohon yang berbuah. Meskipun para ulama hadis menilai sanad hadis ini dhoif, namun secara makna, benar.

Kemudian Imam Abu Bakr bin Muhammad Al-Husaini rahimahullah (penulis Kifayatul Akhyar) menjelaskan alasannya, "Hikmah larangan tersebut adalah, supaya buah yang jatuh tidak terkena najis, sehingga menyebabkannya rusak, atau menyebabkan jiwa merasa jijik." (Kifayatul Akhyar, hal. 25)

Dari sini, kemudian para ulama menyimpulkan sebuah kaidah fikih, "Segala tindakan yang menjijikan secara adat, maka dimakruhkan secara ibadah." (Lihat : Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah Baina Al-Isholah wa At-Taujih, hal. 161)

Baca Juga : Isolasi Mandiri di Rumah Bukan karena Takut Corona tapi Takut Maksiat, Bolehkah?

Berdasarkan kaidah ini, hukum mengupil di hadapan orang lain yang menyebabkan dia merasa jijik adalah, makruh. Dan makruh adalah tindakan yang bila ditinggalkan karena Allah akan berbuah pahala, bila dikerjakan tidak berdosa.

Halaman :


Editor : Bsafaat