Ini Etika Menggunakan Klakson di Jalanan Umum

TIDAK cuma harus mematuhi peraturan lalu lintas, dalam berkendara juga ada etika yang patut diterapkan. Salah satunya adalah etika dalam menggunakan klakson di jalanan umum.

Ini Etika Menggunakan Klakson di Jalanan Umum
istimewa

TIDAK cuma harus mematuhi peraturan lalu lintas, dalam berkendara juga ada etika yang patut diterapkan. Salah satunya adalah etika dalam menggunakan klakson di jalanan umum.

Klakson merupakan peranti wajib yang harus ada pada sebuah mobil atau kendaraan lainnya. Kewajiban mengenai klakson di Indonesia sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan.

Klakson sendiri memiliki fungsi sebagai alat untuk berkomunikasi antara pengemudi mobil yang satu dengan lingkungan sekitarnya, baik pengendara lain maupun pejalan kaki. Melalui isyarat bunyi yang dihasilkan oleh klakson, inilah cara seorang pengemudi berkomunikasi saat di jalan raya.

Baca Juga : Bagi Penderita Hipertensi, Tim UNS Hadirkan Telur Asin Rendah Sodium

Nama klakson diambil dari Bahasa Yunani, klaxo yang artinya menjerit. Oleh sebab itu dalam penggunaannya pun tidak bisa sembarangan, karena suara yang dihasilkan klakson ini akan cukup kencang.

Klakson pada mobil didesain dengan tingkat kebisingan tertentu, sehingga bisa digunakan untuk simbol menyapa atau peringatan.

Dalam peraturan pemerintah, suara klakson ini harus dapat terdengar dalam jarak 60 meter dengan rentang bunyi paling rendah berada di 83 desibel (dB) dan maksimal di 118 dB. Di mana manusia normal mampu mendengar suara berfrekuensi 20-20.000 Hz dengan tingkat kekerasan di bawah 80 dB.

Baca Juga : Daihatsu serahkan dua unit Gran Max ke Pemda DKI Jakarta

Namun, klakson bisa juga untuk menunjukkan rasa amarah atau emosi si pengendara terhadap pengguna jalan lain dan bahkan kerap memicu pertikaian antara pengendara atau pengguna jalan.

Halaman :


Editor : JakaPermana