Kisah Nabi Musa dan Seekor Anjing Kurap

 Diriwayatkan bahwa Nabi Musa as sering bermunajat kepada Allah di Gunung At-Thur. Suatu saat Allah Menurunkan wahyu kepadanya,

Kisah Nabi Musa dan Seekor Anjing Kurap
Ilustrasi/Net

 Diriwayatkan bahwa Nabi Musa as sering bermunajat kepada Allah di Gunung At-Thur. Suatu saat Allah Menurunkan wahyu kepadanya,

"Ketika nanti engkau datang untuk bermunajat kepada-Ku, bawalah bersamamu suatu makhluk yang engkau merasa lebih mulia darinya."

Kemudian Nabi Musa mencari kesana kemari. Melihat dan memperhatikan satu demi satu wajah manusia yang ia temui. Ia pun mendatangi pasar budak, mungkin saja ia temukan manusia yang ia cari. Setiap melihat seseorang, ia berpikir dalam benaknya "Apakah aku lebih mulia darinya? Mungkin saja ia lebih mulia dariku di sisi Allah swt."

Baca Juga : Bilal Orang yang Mendahului Nabi Masuk Surga

Hingga akhirnya ia tidak berani menganggap dirinya lebih mulia dari manusia, bagaimanapun kondisinya. Kemudian pandangannya beralih kepada hewan, mungkin dirinya pantas merasa lebih mulia dari hewan. Tapi ia tetap tak menemukan. Hingga akhirnya ia temukan seekor anjing yang berpenyakit kulit. Kondisi anjing ini begitu buruk dan penyakitan. Hatinya pun bergumam "Sepertinya aku bisa membawa anjing ini bersamaku."

Kemudian Nabi Musa membawanya ke tempat ia biasa menyendiri dan bermunajat kepada Allah swt. Di tengah jalan, ia menoleh kepada anjing ini. Hatinya dipenuhi dengan penyesalan karena telah merasa lebih mulia darinya. Tiba-tiba ia lepaskan tali dari leher si anjing dan menyuruhnya pergi.

Sesampainya di tempat munajat, Allah Berkhitob kepadanya,"Wahai Musa, apakah kau telah membawa apa yang telah Kami Perintahkan kepadamu sebelumnya?"Ia menjawab, "Tuhanku, aku tak menemukan sesuatu yang Engkau Minta dariku itu" Kemudian Allah Berfirman,"Demi Kemuliaan dan Kebesaran-Ku, andai engkau membawa sesuatu (yang kau anggap lebih hina darimu) maka kan Kuhapus namamu dari nama-nama para Nabi."

Baca Juga : Keturunan Rasul yang Berjuluk "Hiasan Ahli Ibadah"

Sungguh besar rasa tawadhu dari Nabi Musa as. Dengan semua kemuliaan yang ia peroleh, Nabi Musa tidak berani menganggap dirinya lebih mulia, walau dari seekor anjing. Lalu siapakah kita jika merasa lebih mulia dari orang lain? Siapa kita yang menganggap diri ini lebih benar dari orang lain? Sungguh kesombongan telah merasuki jiwa kita tanpa terasa.

Halaman :


Editor : Bsafaat