Menengok Sentra Bata Merah di Desa Jelegong Kutawaringin

Jika anda menelusuri Kampung Sukawangi Desa Jelekong Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung, kepulan asap pembakaran bata merah dan tumpukan tanah merah menjadi pemandangan biasa. Kampung ini memang kampung ini sejak dulu dikenal sebagai sentra produksi bata merah di Kabupaten Bandung.

Menengok Sentra Bata Merah di Desa Jelegong Kutawaringin
Salah seorang pengusaha bata merah, Aep Saubari (62). (Dani R Nugraha)

INILAH,Bandung- Jika anda menelusuri Kampung Sukawangi Desa Jelekong Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung, kepulan asap pembakaran bata merah dan tumpukan tanah merah menjadi pemandangan biasa. Kampung ini memang kampung ini sejak dulu dikenal sebagai sentra produksi bata merah di Kabupaten Bandung.

Seiring tumbuh suburnya pembangunan dimana-mana. Usaha pembuatan bata merah warga di kampung ini pun terus menggeliat dan berkembang. Salah seorang pengusaha bata merah, Aep Saubari (62), yang telah menggeluti usaha sejak 1978 terus berkembang hingga saat ini.

"Saya menggeluti usaha ini dari baru nikah sampai sekarang sudah punya tujuh anak dan sembilan orang cucu. Yah saya dan sebagian besar warga di kampung ini memberi nafkah keluarga dari hasil pembuatan bata merah," kata Aep, belum lama ini.

Baca Juga : Warga Kota Bandung Diperbolehkan Salat Tarawih di Masjid

Dikatakan Aep, semula bahan baku tanah liat untuk bata merah, dapat dengan mudah didapat di kampung mereka sendiri. Namun, seiring waktu, tanah liat di kampungnya habis. Dan kini untuk menjaga kelangsungan usaha, mereka membeli bahan baku tanah liat dari Gunung Korehkotik di Desa Pataruman Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat yang memang berbatasan dengan Desa Jelegong.

"Kalau musim hujan bahan baku agak susah. Soalnya kendaraan yang naik ke gunung susah licin. Beda dengan dulu, tanah liat banyak disekitar kita. Nah sekarang tanah di kampung ini sudah habis dipakai urugan jalan tol dan pembangunan lainnya," ujarnya.

Aep melanjutkan, empat orang pegawainya, dalam sehari bisa mencetak sekitar 5000 bata merah. Cetakan bata merah ini menggunakan mesin khusus yang diberakan sebuah mesin bertenaga solar. Para pembuat bata ditempatnya itu diupah Rp 85 per satu bata merahnya.

Baca Juga : Ema Sebut Lima Kunci Sukses Seorang Pemimpin

Setelah dicetak, bata merah yang masih basah ini dikeringkan selama tiga hari. Kemudian dibakar selama dua hari tiga malam. Jadi, total waktu yang diperlukan dari mulai bahan baku hingga jadi memerlukan waktu sekitar dua pekan. Sehingga, dalam satu bulan rata rata para produsen bata merah di kampung itu hanya dua kali melakukan pembakaran bata merah.

Halaman :


Editor : Bsafaat