Merayakan Ulang Tahun di Antara Boleh dan Haram

DALAM hal ini, para ulama kontemporer berbeda pendapat. Ada yang mengatakannya haram, ada pula yang membolehkannya dengan syarat.

Merayakan Ulang Tahun di Antara Boleh dan Haram
Ilustrasi/Net

Ayat ini menunjukkan bolehnya bergembira dengan kelahiran, dan tentunya berlaku juga dengan mengingat hari kelahiran. Lalu, Rasulullah pernah ditanya tentang puasa hari Senin. Beliau menjawab, "Itulah hari aku dilahirkan." (HR Muslim)

Jadi, hal ini menunjukkan bolehnya mengingat hari kelahiran. Kalau pun, ini berasal dari Barat, mereka menganggap tidak apa-apa mengambil istilah dari luar Islam, tapi isinya diganti dengan cara Islam. Hal ini pernah Rasul lakukan, yaitu ketika beliau mengubah makna ruhbaniyah/kependetaan yang telah dicela Allah dalam Al-Quran. Jadi, walau istilah ini buruk, akhirnya oleh Rasul istilah ini dipakai dengan isi yang diubah, sabdanya:

"Ar ruhbaniyatu fi ummati al jihad fisabilillah, kependetaan umatku adalah jihad fisabilillah."

Baca Juga : Salat Sunah Rawatib atau Tahiyyatul Masjid?

Tapi mereka memberi syarat: tidak boleh ada maksiat di dalamnya, meninggalkan yang wajib, hura-hura seperti bernyanyi-nyanyi, pemborosan, ikhtilat, tiup lilin, dan kejelekan lainnya.

Kalau isinya adalah mauizhah hasanah, atau hanya ucapan tahniah dan doa saja agar hidupnya berkah, sehat, dan semisalnya, tidak apa apa bagi mereka. Wallahu A'lam. [Ust. Farid Nu'man Hasan]

Halaman :


Editor : Bsafaat