Polusi Bau dan Aroma Jika Makan Minum di Masjid

PARA ulama punya pendapat yang berbeda dengan hukum makan dan minum di masjid, serta menetapkan keadaan-keadaan maupun rincian syarat yang berbeda-beda pula. Namun inti hukum makan dan minum di dalam masjid sangat terkait dengan masalah kebersihan. Bagaimana mereka menilai kebersihan atas masjid dan dampaknya akibat orang memakan makanan di masjid, itulah yang menyebabkan para ulama berbeda pendapat.

Polusi Bau dan Aroma Jika Makan Minum di Masjid
Ilustrasi/Net

PARA ulama punya pendapat yang berbeda dengan hukum makan dan minum di masjid, serta menetapkan keadaan-keadaan maupun rincian syarat yang berbeda-beda pula. Namun inti hukum makan dan minum di dalam masjid sangat terkait dengan masalah kebersihan. Bagaimana mereka menilai kebersihan atas masjid dan dampaknya akibat orang memakan makanan di masjid, itulah yang menyebabkan para ulama berbeda pendapat.

1. Mazhab Al-Hanafiyah. Mazhab Al-Hanafiyah memakruhkan makan dan minum di masjid. Namun tidak makruh bila dilakukan oleh musafir yang tidak punya rumah dan orang-orang yang sedang itikaf di masjid. Sebab Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam makan dan minum bahkan tidur ketika beritikaf di masjid.

2. Mazhab Al-Malikiyah. Mazhab Al-Malikiyah membolehkan makan dan minum di masjid selama yang dimakan itu bukan makanan yang sekiranya dalam mengotori masjid. Dalam pandangan mazhab ini kalau yang dimakan semacam kurma, maka hukumnya boleh dimakan di dalam masjid, karena tidak akan mengotori. Tetapi makan buah semangka hukumnya tidak boleh, karena bersiko mengotori masjid. Namun tetap saja ada pengecualian, yaitu khusus buat para musafir yang tidak punya tempat tinggal dan orang yang beritikaf, larangan itu tidak berlaku. Sebab mereka sedang dalam keadaan yang menuntut mereka ada di dalam masjid.

Baca Juga : Dua Cara Selamat Dunia dan Akhirat

3. Mazhab As-Syafiiyah. Mazhab As-Syafiiyah membolehkan makan roti, semangka dan buah-buahan lainnya di dalam masjid. Dasarnya adalah bahwa perbuatan seperti itu pernah dilakukan oleh para sahabat di masa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ada hadits yang menceritakan hal tersebut: Dari Abdillah bin Al-Harits bin Juzi Az-zubaidi radhiyallahuanhu berkata, "Dahulu di masa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kami makan roti dan daging di dalam masjid". (HR. Ibnu Majah)

Namun dalam mazhab ini disebutkan bahwa meski dibolehkan memakan makanan di dalam masjid, namun hendaknya diberi alas sebelum memakan sesuatu di dalam masjid. Tetapi kalau yang dimakan itu termasuk jenis makanan yang beraroma kurang sedap, seperti bawang dan sejenisnya, mazhab Asy-syafiiyah memakruhkannya bila dimakan di dalam masjid. Dasarnya karena makanan itu akan mengganggu kekhusyuan ibadah akibat polusi bau dan aroa yang tidak sedap itu. Dan ada hadits shahih yang melarang orang makan bawang untuk menjauhi masjid.

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Siapa yang makan bawang harus menjauhi kami atau menjauhi masjid kami. Dan hendaklah dia duduk di rumahnya." (HR. Bukhari Muslim)

Baca Juga : Awas! Pentingkan Ilmu Tanpa Akhlak dan Tata Krama

4. Mazhab Al-Hanabilah. Mazhab Al-Hanabilah sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Muflih, Ibnu Tamim dan Ibnu Hamdan, mereka memakruhkan memakan makanan di dalam masjid. Ibnu Qudamah mengatakan buat orang yang beritikaf, tidak mengapa bila harus menyantap makanan di dalam masjid, asalkan sebelumnya diberi alas agar tidak mengotori masjid.

Halaman :


Editor : Bsafaat