Seorang Pria di Kutawaringin Bandung Terpaksa Tinggal di Kolong Jembatan

Karena tak memiliki tempat tinggal yang layak, seorang pria berusia sekitar 50 tahun terpaksa tinggal dibawah jembatan disebuah kali di Jalan Raya Soreang-Cipatik di Kampung Cipedung Desa Jatisari Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung.

Seorang Pria di Kutawaringin Bandung Terpaksa Tinggal di Kolong Jembatan
Karena tak memiliki tempat tinggal yang layak, seorang pria berusia sekitar 50 tahun terpaksa tinggal dibawah jembatan disebuah kali di Jalan Raya Soreang-Cipatik di Kampung Cipedung Desa Jatisari Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung./Dani Rahmat Nugraha
INILAHKORAN,Soreang- Karena tak memiliki tempat tinggal yang layak, seorang pria berusia sekitar 50 tahun terpaksa tinggal dibawah jembatan disebuah kali di Jalan Raya Soreang-Cipatik di Kampung Cipedung Desa Jatisari Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung.
Berdasarkan pantauan INILAHKORAN, gubuk kayu berdinding plastik, kardus dan karung bekas itu menempel dinding jembatan. Jembatan itu adalah akses masuk ke sebuah bangunan instalasi listrik milik PLN. Gubuk berukuran kurang lebih 2x3 meter persegi itu, didirikan diatas dasar sungai namun lebih tinggi sekitar 20 sentimeter diatas permukaan air.
Selain dijadikan tempat istirahat melepas lelah, gubuk tersebut juga digunakan sebagai tempat penyimpanan barang bekas atau rongsokan. Memang, pria yang biasa dipanggih dengan nama Abah Fe'i, oleh warga sekitar itu bekerja sebagai pemulung. Selain rongsokan, di tempat itu juga ada tungku kayu tempat memasak layaknya disebuah dapur yang ada di rumah-rumah.
Gubuk di kolong jembatan itu memiliki dua bagian, yakni satu ruangan untuk tidur pemiliknya, satu ruang terbuka yang difungsikan sebagai dapur dapur, tempat penyimpanan rongsokan sekaligus tempat memelihara seekor ayam betina dalam sebuah kurung ayam. Beberapa potong pakaian pun tergantung diseutas kawat jemuran.
"Seingat saya dia tinggal dibawah jembatan itu sekitar enam bulan. Sebelumnya dia tinggal di sebuah ruko kosong, kemudian pindah ke warung kosong. Tapi karena ruko dan warungnya diisi oleh pemiliknya, dia pindah ke bawah jembatan itu. Kalau sehari-hari dia pemulung terkadang kerja buruh tani juga," kata Bandi salah seorang petugas keamanan disekitar gedung tersebut, kepada INILAHKORAN, Senin 26 Desember 2022.
Menurut Bandi, setiap pagi pria bernama Abah Fe,i itu pergi memulung atau bekerja di sawah atau ladang. Ia baru kembali ke tempat tinggalnya pada petangnya. Berdasarkan cerita dari Abah Fe,i, ia adalah warga Kampung Saneke Desa Pameuntasan yang tak jauh dari tempat tersebut. Keluarganya pun banyak yang tinggal di kampung-kampung disekitar tempat ia sekarang tinggal.
"Si Abah itu orangnya sehat lahir dan batin kok. Katanya dia orang Saneke, anak-anaknya juga ada di kampung belakang kalau enggak salah mah. Tapi enggak tahu kenapa dia memilih tinggal di kolong jembatan,"ujarnya.
Sebenarnya, lanjut Bandi, Abah Fe, mendirikan gubuk dan tinggal dikolong jembatan itu sangat beresiko. Soalnya, sewaktu-waktu, air besar bisa saja datang di kali yang lebarnya sekitar 3 meter tersebut. Namun, ia dan warga sekitarnya tak bisa melarang Abah Fe,i agar tidak tinggal di kolong jembatan itu.
"Yah miris juga sih melihatnya, ini kan Bandung daerah yang sudah maju dan modern. Tapi kok masih ada warga yang seperti itu. Dan sebenarnya itu bahaya, soalnya kalau sedang besar air nya bisa terbawa air, jangankan orangnya gubuknya juga bisa ikut terseret air," katanya. 
Ironis memang, di tengah hiruk pikuknya kemajuan pembangunan dan gembar-gembor pemerintah tentang upaya peninhkatan kesejajteraan. Namun, nyatanya tak jauh dari bangunan megah komplek Stadion Si Jalak Harupat dan hanya sekitar 5 kilometer dari pusat Ibu Kota Kabupaten Bandung, Soreang, masih ada warganya yang hidup tidak layak.(rd dani r nugraha).***


Editor : JakaPermana