Apindo Jabar Singgung UMP 2023

UMP Jabar 2023 sebentar lagi ditetapkan. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo Jabar Ning Wahyu Astutik mengharapkan besarannya tidak memaksa para pengusaha melakukan PHK.

Apindo Jabar Singgung UMP 2023
Apindo Jabar mengadakan pertemuan terkait keberlangsungan bisnis pada 2023 mendatang. Ning Wahyu Astutik mengatakan, upah minimum provinsi (UMP) Jabar 2023 menjadi salah satu topik yang diperbincangkan para pengusaha saat itu. (doni ramdhani)

“Kita akan konfirmasi ulang ke BPJS Ketenagakerjaan terkait data tersebut. Angka PHK tersebut dikhawatirkan akan terus naik karena terjadinya pengurangan order baik di tekstil, garmen, maupun sepatu pada tahun depan,” ujarnya.

Dia menuturkan, terkait besaran upah itu kerap menjadi perhatian khusus para pengusaha. Sebab, dengan beratnya situasi yang dihadapi para pengusaha apalagi sektor padat karya itu beban upah sangat signifikan. Berbeda halnya dengan sektor padat modal. 

Apindo Jabar sangat memahami keadaannya dan akan mengumpulkan data-data untuk membuat kajian dan evaluasi yang lebih komprehensif, serta mendiskusikannya kembali di internal pengusaha sebelum menyampaikan dan mendiskusikannya lebih jauh dengan pemerintah,” sebutnya.

Baca Juga : Dukung Pariwisata Jabar Selatan, Pemprov Bangun Jembatan Penghubung

Selain sektor tekstil, dia mengakui pengusaha dari sektor sepatu juga mengeluhkan adanya pengurangan order hingga 50% sementara mereka tidak mempunyai karyawan kontrak. Sebab, ketika order turun 50% itu para pengusaha dihadapkan pada kondisi dilematis. Lantaran ongkos produksi tinggi, beban itu memaksa pengusaha melakukan PHK. Di sisi lain, kalau tidak dilakukan PHK, maka itu menjadi beban perusahaan dan ketidakpastian global menjadi kekhawatiran tersendiri untuk para pengusaha. 

“Sebagai alternatif win-win solution, pengusaha bisa memberlakukan  sistem pengurangan jam kerja dengan membayar upah sesuai jam kerja. Ini bisa dilakukan agar pengusaha tidak melakukan PHK dan kelak merekrut ulang ketika situasi membaik. Untuk pekerja juga beruntung karena tidak terkena PHK meskipun penghasilan berkurang,” jelas Ning Wahyu Astutik seraya menyebutkan diharapkan pengusaha sebisa mungkin untuk menghindari PHK.

Tak hanya itu, para pengusaha tekstil, alas kaki, batu bara, farmasi, dll dari Jabar itu pun mengeluhkan penurunan kapasitas dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya. Khusus pengusaha tekstil, kata dia, mereka mengeluhkan cost pembuatan tekstil terutama untuk penyempurnan kain itu 30% sumber energinya mengandalkan batu bara. 

Baca Juga : Ancaman Resesi 2023, Pramuka Jabar Respons Gerakan Menanam Bersama

Saat ini, harga batu bara terkatrol naik karena terdampak kondisi geopolitik dan perekonomian global yang terguncang. Pengusaha mempertanyakan mengapa tidak ada pembatasan harga batu bara acuan (HBA) untuk sektor tekstil sedangkan untuk sektor semen dan pupuk sudah diterapkan adanya HBA sebesar US$90 per ton. Tingginya harga batu bara untuk industri tekstil saat ini bebannya mencapai dua kali lipat jika dibanding HBA sektor semen dan pupuk.*** (dnr)


Editor : Doni Ramdhani