Hati-hati Saraf Terjepit, Butuh Pemeriksaan Fisik Serius

Dokter spesialis bedah saraf Mustaqim Prasetya dari Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Saraf (PERDOSSI), mengatakan, orang dengan gejala nyeri akibat saraf terjepit atau Hernia Nukleus Pulposus (HNP) perlu menjalani pemeriksaan fisik dulu sebelum menjalani prosedur penanganan apapun.

Hati-hati Saraf Terjepit, Butuh Pemeriksaan Fisik Serius
Ilustrasi/Antara Foto

INILAH, Bandung- Dokter spesialis bedah saraf Mustaqim Prasetya dari Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Saraf (PERDOSSI), mengatakan, orang dengan gejala nyeri akibat saraf terjepit atau Hernia Nukleus Pulposus (HNP) perlu menjalani pemeriksaan fisik dulu sebelum menjalani prosedur penanganan apapun.

Nyeri akibat HNP bila pada bagian lumbal atau pinggang biasanya terasa di satu sisi kemudian menjalar ke bokong, tungkai sesuai daerah saraf yang diatur oleh lokasi saraf yang bersangkutan di tulang belakang.

"Setelah dikonfirmasi secara klinis, maka diperlukan pemeriksaan radiologis untuk melihat secara lebih detil tentang keterlibatan struktur di tulang belakang," kata dia dalam sebuah webinar kesehatan, dikutip Minggu.

Nyeri juga bisa terasa di leher atau di antara tulang belikat dan biasanya menjalar ke bahu, lengan, hingga jari-jari tangan pada satu sisi. Pasien terkadang merasa kesemutan dan nyeri yang dia alami bisa bertambah berat dengan perubahan posisi.



Lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis, dokter bisa meminta pasien melakukan sejumlah pemeriksaan lain seperti rontgen untuk melihat ada tidaknya tumor, infeksi fraktur dan lainnya; magnetic resonance imaging (MRI) untuk melihat jaringan sekitar tulang belakang, ada tidaknya pembengkakan, proses degeneratif dan tumor.

Tak hanya itu, pemeriksaan seperti myelogram juga bisa disarankan untuk melihat struktur tulang belakang keseluruhan sekaligus laju hantaran saraf untuk mengetahui level saraf yang mengalami penekanan.

Setelah mengetahui secara jelas penyakit pasien, dokter bisa membantu mengurangi nyeri mulai dari meminta pasien beristirahat agar menjadi rileks, melakukan koreksi postur misalnya tidak melakukan gerakan yang memicu nyeri, memperbaiki gerakan mengangkat, hingga menghindari mengangkat benda berat dan berusaha tidak menggunakan otot-otot secara berlebihan.

Selain itu, dokter juga bisa memberi terapi pada pasien melalui obat penghilang nyeri golongan antiinflamasi non-steroid atau yang sifatnya steroid.

"Efek dari fisioterapi semisal dihangatkan, obat-obat untuk relaksan otot karena saat nyeri biasanya ada kompensasi dari otot membantu mengatasi beban pada tulang belakang sehingga otot mengalami spasme," tutur Mustaqim.

Penanganan nyeri sekaligus HNP pun bisa diatasi dengan operasi. Biasanya, ada syarat yang harus dipenuhi pasien dan prosedur ini membutuhkan waktu untuk mempersiapkannya.
Di sisi lain, tidak semua pasien bisa menjalani operasi. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab seperti usia lanjut, kondisi medis pada pasien sehingga menyebabkan toleransi operasi tidak baik seperti pasien dengan penyakit jantung, diabetes, gangguan autoimun.

Atasi nyeri saraf terjepit tak harus lewat operasi
Atasi nyeri saraf terjepit tak harus lewat operasi

Nyeri akibat kondisi saraf terjepit saat ini tak harus diatasi dengan tindakan bedah terbuka, tetapi bisa melalui manajemen intervensi nyeri (IPM) yang minimal invasif (meminimalkan luka sayatan).

Dokter spesialis bedah saraf sekaligus Ketua Indonesian Neurosurgical Pain Society (INPS), Wawan Mulyawan mengatakan, tindakan ini bisa dilakukan bila pasien mengalami nyeri luar biasa akibat HNP sudah terjadi berbulan-bulan atau bahkan akut.

"Bahkan pada beberapa orang nyerinya luar biasa, diberikan obat tidak hilang atau tidak responsif terhadap pengobatan medik biasa seperti obat, fisioterapi," kata dia.

Menurut Wawan, tak hanya mengurangi atau menghilangkan nyeri, IPM juga bisa sekaligus menghilangkan HNP terutama pada pasien yang masih menolak operasi.

"Pasien dengan saraf terjepit ringan, nyeri cukup signifikan. Apakah akan dilakukan operasi terbuka? IPM seperti discFX, endoskopi bisa memberikan solusi. Kami bermain di medium effect ini tetapi bisa juga untuk long lasting. Kita lebih pada minimal invasive," tutur Wawan.

Saat ini sudah ada beragam tindakan IPM yang sudah dikembangkan di Indonesia seperti kateter Racz, Disc FX, endoskopi tulang belakang, laser hingga radiofrekuensi ablasi (RFA). Kelebihan terapi ini, selain minimal invasif juga tanpa rawat inap, pembiusan lokal, sayatan hanya sekitar 7mm dan pemulihan cepat.

Lebih lanjut terkait kateter Racz atau disebut juga dengan neuroplasti epidural yakni menggunakan kateter untuk menghantarkan obat-obatan tertentu langsung ke ruas tulang belakang atau area syaraf yang terjepit untuk menghilangkan nyeri.

Dokter spesialis bedah saraf dari Universitas Indonesia sekaligus tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Saraf, Danu Rolian mengungkapkan, prosedur ini bisa ini dilakukan selama 30 menit untuk indikasi HNP, canal stenosis dan perlengketan pascaoperasi.

Studi yang dia dilakukan bersama tim melibatkan 37 pasien HNP dan canal stenosis di Rumah Sakit Angkatan Udara dan dipresentasikan pada tahun 2019 menemukan, nyeri akibat penyakit pasien hilang setelah menjalani tindakan.

Selain kateter Racz, prosedur disc FX juga bisa pasien pilih untuk mengatasi HNP dengan mengambil bantalan tlang yang menjepit saraf, memodulasi saraf peka nyeri pada cincin bantalan serta memperbaiki kestabilan inti serta kontinuitas cincin bantalan. Luka sayatan yang dihasilkan dari prosedur ini sekitar 3mm.

Dari sisi biaya, menurut Danu yang berpraktik di Klinik Nyeri DR INDRAJANA itu, baik kateter Racz maupun disc FX menawarkan harga yang lebih murah dibandingkan prosedur endoskopi dan operasi terbuka.

Namun, sebelum pasien menjalani prosedur tindakan minimal invasif, dia harus terlebih dulu menjalani pengobatan konservatif seperti meminum obat dan fisioterapi.

Bila pengobatan ini tak memberikan hasil maksimal, barulah dia bisa beralih ke prosedur minimal invasif. Hal ini demi keselamatan dan keamanannya.
 


Editor : Bsafaat