Kisah Fatimah binti Husein dan Seorang Gubernur

DIKUTIP dari kisahmuslim, inilah kisah di zaman khilafah al-Faruq Umar bin Khathab. Saat di mana kota Madinah melimpah ruah dengan hasil ghanimah yang didapatkan kaum muslimin dari harta Kaisar Persia terakhir, Yazdajurd. Ada mahkota-mahkota yang bertabur permata, selendang yang tersusun dari mutiara, juga pedang-pedang emas bertatahkan permata dan marjan yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.

Kisah Fatimah binti Husein dan Seorang Gubernur

Tibalah Ibnu Hurmuz di Damaskus bersamaan dengan hari datangnya utusan yang membawa surat pengaduan Fathimah binti Husein. Dalam pertemuan dengan khalifah, Ibnu Hurmuz ditanya tentang kondisi di Madinah, juga tentang Salim bin Abdillah dan para fuqaha lainnya. Yazid bin Abdul Malik bertanya, "Adakah hal-hal penting yang perlu Anda utarakan atau berita-berita yang perlu dibahas?" Ibnu Hurmuz sama sekali tak menyebut-nyebut kisah Fathimah binti Husein. Mulutnya terkunci rapat tentang sikap walinya kepada Salim bin Abdullah.

Selagi dia masih menjelaskan tentang laporan keuangan yang diminta, penjaga masuk untuk melaporkan bahwa utusan Fathimah binti Husein minta izin untuk menghadap. Pucatlah wajah Ibnu Hurmuz karena khawatir. Dia segera berkata, "Semoga Allah Subhanahu wa Taala mengaruniai Amirul Mukminin umur yang panjang. Memang benar Fathimah binti Husein juga menitip pesan kepada saya" lalu dia menceritakan semuanya.

Mendengar penuturan Ibnu Hurmuz, Amirul Mukminin berdiri dari tempat duduknya dan berteriak marah, "Celaka! Bukankah aku bertanya kepadamu bagaimana berita Madinah? Pantaskah kejadian sebesar itu engkau sembunyikan dariku?" Ibnu Hurmuz segera mohon maaf dan mencari dalih.

Kemudian, utusan tersebut masuk dan menyerahkan surat Fathimah binti Husein. Amirul Mukminin langsung membuka dan membacanya. Pandangan matanya. Dia berteriak lantang, "Ibnu Dhahhak sudah berani mengganggu keluarga Rasulullah dan tak menghiraukan nasihat Salim bin Abdullah?! Siapa yang bisa memperdengarkan kepadaku jeritan gubernur Ibnu Dhahak sementara dia tersiksa di Madinah sedangkan aku tetap duduk di Damaskus?"

Di antara hadirin berkata, "Wahai amirul mukminin, tak ada yang lain di Madinah kecuali Abdul Wahid bin Bisyr an-Nadhari, angkatlah beliau. Saat ini beliau tinggal di Thaif." Khalifah berkata, "Benar demi Allah dia memang layak untuk tugas ini." Maka khalifah meminta kertas dan menulis surat pengangkatan gubernur:

"Dari Amirul Mukminin, Yazid bin Abdul Malik kepada Abdul Wahid bin Bisyr an-Nadhari. Assalamualaikum. "Bersama surat ini saya melantik Anda sebagai gubernur di Madinah. Jika surat ini teah sampai kepada Anda, maka datanglah ke Madinah dan turunkanlah Ibnu Dhahhak dari jabatannya. Perintahkan agar dia membayar denda 40.000 dirham, lalu hukumlah dia hingga aku mendengar teriakannya dari Madinah."

Berangkatlah utusan yang membawa surat tersebut menuju Thaif melewati Madinah. Ketika di Madinah dia tidak tinggal di tempat Ibnu Dhahhak, bahkan memberi salampun tidak. Gubernur itu menjadi curiga dan khawatir akan dirinya. Diutusnya seseorang untuk mengundang utusan tersebut ke rumahnya. Lalu dia bertanya tentang sebab-sebab kedatangan utusan tersebut.


Editor : Bsafaat