Pesan Terakhir Nabi Muhammad: Kiamat Sudah Dekat

DALAM sejarah Islam, yang dianggap sebagai pesan terakhir Nabi Muhammad Saw adalah khotbah beliau tatkala Haji Wada atau haji penghabisan pada 9 Zulhijah 10 Hijriyah atau 7 Maret 632. Namun kemudian beredar surat peringatan terakhir Nabi dari Mekah di Nusantara.

Pesan Terakhir Nabi Muhammad: Kiamat Sudah Dekat
Ilustrasi/Net

Pada akhir 1883, polisi Banten menyita sebuah surat selebaran dari seorang bernama Misru. "Dia mendapatkannya dari saudaranya, Asta, yang membeli dari Mas Hamim dari Pakojan (Pinang, Kota Tangerang). Katanya, surat itu ditulis oleh Syarif Mekah pada 1880, meskipun terdapat petunjuk-petunjuk yang kuat bahwa ia ditulis di Jawa," tulis Sartono.

Hurgronje bahkan memastikan, dari susunan dan beberapa bagian isinya, tulisan itu bukan berasal dari tanah Arab atau setidak-tidaknya secara khusus dan sengaja disesuaikan dengan pengetahuan umat Muslim di Hindia Belanda; mereka hendak dibujuk, digugah, dan dikobarkan semangat pada agama.

Yang menarik mungkin dalam surat peringatan yang lain secara khusus disebutkan kewajiban mengirimkan sumbangan ke Mekah dan menunaikan ibadah haji. Anjuran agar menunaikan ibadah haji terkait dengan tanda-tanda bahwa "apabila selama waktu tujuh tahun tidak ada orang yang beribadah haji, maka sewaktu bangun tidur esok hari orang akan melihat Kabah sudah hilang, sehingga orang tidak melihat bekasnya lagi," tulis Hurgronje.

Baca Juga : Tips Manajemen Waktu dalam Islam

Lebih lanjut Hurgronje menerangkan, surat peringatan itu mengingatkan pembacanya pada berbagai bencana yang tak lama berselang dialami umat manusia seperti wabah penyakit, banjir, gempa bumi; selanjutnya pada isyarat-isyarat khusus yang telah menampakkan diri, misalnya Batu Hitam (Hajar Aswad) di Kabah lambat-laun akan menghilang atau pintu Kabah tak dapat dibuka lagi.

Berdasarkan itu semua diramalkan Hari Kiamat sudah dekat dan dinasihati kepada kaum yang percaya untuk mempersenjatai diri dengan ketaatan pada agama dan perbuatan-perbuatan baik.

"Dianjurkan untuk menyebarluaskan surat peringatan itu, bahkan jika tidak percaya dengan peringatan itu bisa dianggap sebagai perbuatan kafir," tulis Hurgronje.

Yang jelas, antara tahun 1880 sampai 1885 sejumlah besar surat selebaran keagamaan itu beredar di Aceh, Lampung, Banten, Batavia, dan Priangan. Karena tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah, sebagai organisasi gerakan pemberontakan, berkembang di bawah tanah, penyebarluasan surat itu tak mengkhawatirkan para pejabat Belanda.


Editor : Bsafaat