Sikap Kami: Konsistensi Rakyat dan Jokowi

KARENA Presiden Joko Widodo mengaku sering sarapan dengan angka-angka, maka baiklah kita sumbang data ini. Hingga kemarin, ada 175.096 warga Indonesia bergulat dengan corona. Mereka jadi pasien aktif.

Sikap Kami: Konsistensi Rakyat dan Jokowi

KARENA Presiden Joko Widodo mengaku sering sarapan dengan angka-angka, maka baiklah kita sumbang data ini. Hingga kemarin, ada 175.096 warga Indonesia bergulat dengan corona. Mereka jadi pasien aktif.

Kita tukuk pula: dengan angka itu Indonesia kini memiliki pasien aktif tertinggi di Asia. Unggul dari India yang kasusnya sudah mencapai 10,74 juta (hampir 10 kali lipat Indonesia).

Data itu kita suplai karena Minggu (31/1), Presiden Jokowi menilai pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) tak efektif, tak tegas, dan tak konsisten.

Baca Juga : Sikap Kami: HRS 'Selamatkan' Puncak

Buat kita, ukuran kegagalan PPKM itu bukan sekadar tak terjadinya penurunan, bahkan pelandaian persebaran virus. Ukuran sesungguhnya adalah sehari-hari kita tak merasakan ada perbedaan antara PPKM atau tidak. 

Kita lihat, kantor-kantor pemerintah memang sepi. Tapi bagaimana dengan swasta? Rasanya tak banyak bedanya. Buktinya? Kita rasakan betapa masih sulitnya menyeberang jalan di Kota Bandung saat PPKM, misalnya. Itu artinya mobilitas orang tak berkurang.

Jika presiden bertanya soal konsistensi, tentu layak juga kita bertanya balik, di mana konsistensi pemerintah dalam penanganan Covid-19? Pembatasan sosial masyarakat selalu berubah-ubah. Buat kita, itu tanda pemerintah kurang yakin dengan program penanganan yang sudah dilakukan sejak Maret lalu. Atau, mungkin pula terlalu optimistis program yang dijalankan sudah berhasil.

Baca Juga : Sikap Kami: Kenapa Kita Gagal?

Banyak hal kita lihat inkonsistensi itu dengan kasat mata. Pembatasan sosial selalu berubah-ubah. Perubahan tentu sejalan pula dengan regulasinya. Belum khatam satu regulasi dijalankan, muncul lagi regulasi baru. Semua bingung.

Halaman :


Editor : Zulfirman