Sikap Kami: Tobatlah PSSI

BAHWA Timnas Indonesia maju ke 16 Besar Piala Asia 2023 saja, itu sudah prestasi. Kalaupun kalah dari Australia, betapapun skornya telak 0-4, tak pula perlu menangis. Tapi, sesungguhnya Timnas kita sedang tidak baik-baik saja. Kenapa?

Sikap Kami: Tobatlah PSSI
Timnas Indonesia setelah kalah 0-4 dari Australia di Piala Asia 2023.

BAHWA Timnas Indonesia maju ke 16 Besar Piala Asia 2023 saja, itu sudah prestasi. Kalaupun kalah dari Australia, betapapun skornya telak 0-4, tak pula perlu menangis. Tapi, sesungguhnya Timnas kita sedang tidak baik-baik saja. Kenapa?

Lolosnya Indonesia ke 16 Besar, cukup mengejutkan. Pasalnya, kecuali dari Hong Kong, peringkat FIFA kita paling rendah. Tapi, kejutan tak berhenti di situ. Banyak pihak kaget, tim kita bertabur pemain “asing”. Kita menyebutnya pemain naturalisasi.

Naturalisasi tidaklah keliru. Tapi, yang kita lakukan, berlebihan. Bayangkan, dari 11 pemain starter yang diturunkan lawan Australia, tujuh orang di antaranya pemain naturalisasi. Di bangku cadangan pun masih ada satu lagi: Marc Klok.

Banyaknya pemain naturalisasi melupakan marwah sebagai organisasi pembina olahraga, dalam hal ini sepak bola. Apakah PSSI sebagai organisasi memberi ruang pada pembinaan yang bermuara pada munculnya prestasi timnas? Tidak! Tak ada peran sedikit pun dari pembina sepak bola kita atas tujuh pemain timnas itu, kecuali mengurus pembuatan paspornya.

Cukup? Belum. Langkah PSSI “mematikan” karier pemain lokal sungguh tak kira-kira. Tengok saja Kompetisi Liga 1, kompetisi strata tertinggi di Tanah Air. Kebijakannya, menurut kita, sungguh sangat parah.

Setiap klub, kini, boleh memiliki enam pemain asing. Salah satu di antaranya harus pemain Asia Tenggara. Semuanya sekaligus bisa ditampilkan dalam satu pertandingan.

Luar biasa mematikan bukan? Jika klub-klub memainkan enam pemain asing, slot tersisa untuk pemain lokal tinggal lima posisi. Bagaimana mungkin melahirkan pemain yang hebat dengan cara seperti itu?

Halaman :


Editor : Zulfirman