Ikhlas, Usaha dan Terimalah Takdir

SEORANG pengusaha kaya raya tak terima anaknya yang kelas 8 SMP itu menduduki ranking terbawah di kelasnya walaupun si pengusaha itu telah menyumbang dana tak kecil ke sekolah itu. Rupanya, sumbangannya selama ini bermotif, tak tulus, tak ikhlas. Andai masih bisa ditarik kembali mungkin akan ditariknya kembali. Sayangnya sudah menjadi bangku dan bangunan.

Ikhlas, Usaha dan Terimalah Takdir
Ilustrasi/Net

SEORANG pengusaha kaya raya tak terima anaknya yang kelas 8 SMP itu menduduki ranking terbawah di kelasnya walaupun si pengusaha itu telah menyumbang dana tak kecil ke sekolah itu. Rupanya, sumbangannya selama ini bermotif, tak tulus, tak ikhlas. Andai masih bisa ditarik kembali mungkin akan ditariknya kembali. Sayangnya sudah menjadi bangku dan bangunan.

SMP Islam Terpadu ini bagus sekali memilih tetap obyektif di tengah tawaran kongkalikong yang cukup menggoda. Tak banyak sekolah seperti ini. Sekolahnya tak mau, kepala sekolah atau wali muridnyanya mau. Ah, benar-benar godaan pendidikan. Makanya ranking tak perlu lah menjadi sesuatu yang menggelisahkan. Namun, anaknya pengusaha ini memang akalnya jauh dari cerdas, untuk tidak mengatakan goblok sekali. Nasib tak bisa ditolak.

Pengusaha itu marah, anaknya diminta untuk keluar dari SMP itu untuk dipindahsekolahkan ke luar negeri. Biaya tak masalah, katanya. London Inggris menjadi tujuannya. Langsung dibayar lunas dan langsung diantar seluruh keluarga ke sekolah yang dituju.

Baca Juga : Fakta, Jin Ganggu Orang yang Kencing Sembarangan

Sayangnya, anak ini masuk di tengah semester, bukan di awal, sehingga butuh adaptasi cepat. Hari pertama dan kedua anak ini terdiam. Hari ketiga si anak tak betah dan teriak-teriak ingin pulang saja. Tidak mau sekolah di London.

Diusutlah penyebabnya. Anak itu dengan jujur berkata: "Papa, sekolah di sini ternyata tak sejujur SMP kita. Kemarin diumumkan bahwa hari ini ujian matematika. Makanya semalam saya tidak tidur belajar angka. Ternyata tadi ujiannya adalah bahasa Ingris. Walau ada angka-angka, tapi bahasa Inggris juga. Aku gak mau sekolah di sekolah yang membohongi siswa".

Rupanya si anak belum sadar bahwa dirinya di London, semua perintah soal pasti dalam bahasa Inggris. Pulanglah dia, dan kembalilah ke SMP di kampungnya. Nasib akhir tak bisa ditolak.

Baca Juga : Buang Air Kecil Sambil Berdiri Dilarang Kecuali...

Mengapa anak ini begini dan mengapa bapaknya begitu? Sungguh ada hubungan kausalitas yang butuh waktu untuk menjelaskannya. Salam, AIM.[*]


Editor : Bsafaat