Mengulurkan Jilbab, Sebatas Apa?

"dan tidak perlu wanita menutupi kedua kaki karena keduanya sudah tertutupi"memang benar bermakna bahwa wanita tak harus mengenakan pakaian yang menutupi kedua kakinya di kehidupan umum jika pakaiannya dalam kehidupan umum (jilbabnya) telah diulurkan hingga ke tanah, sejengkal atau sehasta, dan tidak lebih, sebagaimana yang dijelaskan secara utuh dalam alenia tersebut.

Mengulurkan Jilbab, Sebatas Apa?
Ilustrasi/Net

Yang tidak disertaiillatdalam ibadah, misalnya, adalah ibadahnya itu sendiri. Misalnya, kewajiban shalat subuh hanya dua rakaat jelas tidak dinyatakan denganillat. Begitu juga zakat, mengapa satu kambing dikeluarkan untuk tiap kepemilikan empat puluh kambing, bukannya lima puluh kambing? Contoh lain, mengapa tawafdalam haji tujuh putaran, bukan sembilan putaran? Mengapa kita melempar batu (jumrah) sebanyak tujuh lemparan, bukan delapan lemparan? Begitu halnya puasa, mengapa kita berpuasa sebulan, bukan empat puluh hari? Begitu seterusnya.

Namun, di luar ibadah, atau di luar konteks pelaksanaannya, dalam konteks ini bisa saja disertaiillat. Contoh, Ahmad telah mengeluarkan riwayat dari Abdullah bin az-Zubair berkata:Seorang pria dari Khatsam datang kepada Rasulullah saw. seraya bertanya, "Sesungguhnya ayahku telah bertemu dengan Islam saat beliau berusia lanjut. Beliau tidak mampu menaiki kendaraan, sementara haji diwajibkan kepada beliau. Apakah boleh saya menggantikan kewajibannya berhaji?" Nabi saw. bertanya, "Apakah kamu anak yang paling tua?" Dia menjawab, "Benar." Nabi saw. bertanya lagi, "Bagaimana menurut kamu seandainya ayahmu mempunyai tanggungan hutang, apakah kamu wajib membayarnya? Apakah itu bisa menggantikannya?." Dia menjawab, "Tentu." Nabi saw. lalu bersabda, "Berhajilah untuk dia."(HR Ahmad).

Di sini, Nabi saw. memberikanreasoning(alasan hukum)illatkewajiban menggantikan haji orangtua dengan analogi kewajiban membayarkan hutangnya.

Contoh lain, Umar bin al-Khaththab ra. menyatakan:Suatu hari aku beristirahat dan mencium istriku, sementara aku sedang berpuasa. Lalu aku mendatangi Nabi saw. dan bertanya, "Aku telah melakukan sesuatu yang fatal hari ini. Aku telah mencium (istriku) ketika sedang berpuasa." Rasulullah saw. bertanya, "Bagaimana pendapat kamu bila kamu berkumur dengan air dalam keadaan berpuasa?" Aku menjawab, "Tidak masalah." Rasulullah saw. menjawab, "Ini juga sama."(HR Al-Hakim).

Hadis di atas sahih berdasarkan syarat al-Bukhari dan Muslim sekalipun kedua tidak mengeluarkan hadis tersebut. Dengan kata lain, ciuman ini sama hukumnya dengan berkumur.

Di sini, Nabi memberikanreasoning(alasan hukum)illatbahwa ciuman tidak membatalkan puasa, sebagaimana berkumur tidak membatalkan puasa, dengan syarat airnya tidak ditelan ke tenggorokan.

Ketentuan tentangillatdalam konteks ibadah ini juga berlaku dalam konteks pakaian, makanan, minuman, akhlak dan sanksi hukum. Dalam konteks pakaian wanita tersebut bisa dijelaskan, bahwa kewajiban wanita memakaijilbabdalam kehidupan umum tidak dijelaskan alasannya. Demikian juga kewajiban menutup aurat. Namun, tentang kewajibanirkha(mengulurkan bagian bawah jilbab) disertai alasan (illat), yaitu untuk menutupi kedua tumit dan telapak kaki wanita. [Oleh KH. Hafidz Abdurrahman ]


Editor : Bsafaat