Sanksi Buat Penolak Vaksin, Netty Aher: Pemerintah Langgar Kesepakatan dengan DPR

INILAH, Jakarta,- Perpres Nomor 14 Tahun 2021 tentang perubahan atas Perpres Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi menjadi dasar hukum pemberian sanksi bagi masyarakat yang menolak divaksin.

Sanksi Buat Penolak Vaksin, Netty Aher: Pemerintah Langgar Kesepakatan dengan DPR

INILAH, Jakarta,- Perpres Nomor 14 Tahun 2021 tentang perubahan atas Perpres Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi menjadi dasar hukum pemberian sanksi bagi masyarakat yang menolak divaksin.

 

Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Netty Prasetiyani Aher  dalam keterangan media, Selasa, 16/2,  mengkritik kebijakan tersebut sebagai inkonstitusi. "Pemerintah  melanggar kesimpulan rapat kerja dengan Komisi IX  pada 14 Januari 2021 (poin 1 huruf g)  yang menyepakati bahwa pemerintah tidak mengedepankan denda atau pidana. Saya menilai sikap ini menunjukkan ketiadaan itikad baik pemerintah, sebab Tatib DPR  RI menyebutkan hasil rapat baik berupa keputusan atau kesimpulan bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan. Bagaimana  rakyat mau ikut aturan, jika  pemerintah sendiri melanggarnya," ungkap Netty (15/2).

Baca Juga : Wah, Ada "Pocong" Teriak "Kembalikan Uangku"

 

Menurut Wakil Ketua FPKS DPR RI ini, pendekatan  denda dan sanksi atas sesuatu yang bersifat pilihan berpotensi melahirkan  bibit otoritarian. "Rakyat sedang menikmati demokrasi, maka negara harus terus memperbaiki diri dengan melakukan pendekatan persuasif melalui edukasi dan komunikasi. Denda atau sanksi atas sesuatu yang ada ruang pilihan, dapat membuat rakyat berpikir pemerintah menggunakan tangan besi. Jangan sampai karena tidak sependapat dengan pemerintah, negara  mencabut hak fundamental rakyat akan jaminan sosial dan layanan administratif," tutur Netty.

 

Baca Juga : JK: "Check and Balance" Penting dalam Pemerintahan Demokratis

Netty kembali mengingatkan pemerintah agar memperbaiki pola komunikasi publiknya  sehingga  masyarakat  memahami tujuan program,  memiliki kesadaran, dan akhirnya  bersedia  mengikuti secara sukarela. "Pemerintah seharusnya belajar dari pengalaman, betapa kelemahan komunikasi publik hanya menimbulkan kebingungan, kepanikan, bahkan civil disobedience, pembangkangan sosial," lanjut politikus PKS asal Jawa Barat ini.

Halaman :


Editor : tantan