Tim Peneliti ITB Menciptakan 3 in 1 Face Protector

Tim peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) melakukan inovasi 3 in 1 Face Protector. Alat ini berguna untuk penanganan Covid-19.

Tim Peneliti ITB Menciptakan 3 in 1 Face Protector
Foto: Okky Adiana

"Yang berkesan adalah puskesmas yang kami beri merasa senang karena tidak menyangka bisa mendapatkan alat tersebut. Mereka berpikir angggaran Rp25 juta sangat mahal untuk puskesmas dalam membeli alat PAPR,” tambahnya.

3 in 1 Face Protector mengalami proses yang panjang mulai dari dari September tahun 2020 hingga saat ini. Pada bulan November 2020, 2 unit pengetesan dibuat untuk melakukan evaluasi pengembangan dengan berbagai parameter seperti arus masuk dan lainnya. LPIK ITB merupakan pihak yang memberi bantuan dalam penelitian tersebut.

Selanjutnya, penelitian tersebut diminta dilanjutkan hingga ke tahap komersialisasi. Hal ini ditandai dengan terciptanya 10 prototipe awal. Perbaikan dan masukan tentunya datang dari berbagai kalangan seperti dokter, tenaga medis, dan pihak industri. Targetnya, di tahun ini sudah mengantongi izin edar dan izin produksi. 

Baca Juga : 57 Rumah Warga Kecamatan Kertasari Terdampak Banjir Bandang

"Mudah-mudahan ada industri yang mau kerja sama untuk produksi alat ini. Sebagai dosen, berat kalau mengerjakan semuanya dari hulu sampai hilir. Perlu ada jembatan dengan industri, di mana industri berperan dalam pengembangan lanjut. Jembatan ini merupakan lembaga seperti LPIK ITB,” ujar Yuli.

Beberapa keunggulan dimiliki oleh 3 in 1 Face Protector yang diciptakan oleh Yuli bersama mahasiswa S2 yaitu Ivan Farozan, Muhammad Azka, dan Wildan Rahmawan Ruiss. Yuli adalah kenyamanan dan hemat energi.

Selain itu, filter N-95 yang digunakan (industrial grade) mudah diganti dan tersedia di pasaran sehingga tidak terjadi konflik stok masker N-95 dengan tenaga medis. Hal ini berdasarkan pengalaman tahun lalu, di mana masker N-95 susah didapatkan dan mahal. Oleh karena itu, untuk 3 in 1 Face Protector ini digunakan filter dengan industrial grade. Kemampuannya sama, tapi bentuknya saja yang beda. Tentunya, berbagai tantangan juga dialami dalam pembuatan alat ini. 

"Medical host (selang) sangat panjang, jadi flowrate ke masker berkurang. Usulan terhadap poin tersebut adalah kita buat blower di bagian atas (head mount), sedangkan power unit bisa di saku atau tempat lain. Selain itu, kami kembangkan alat ini tahun lalu saat masih pandemi awal. Industri belum operasi penuh. Saat itu komponen seperti medical grade host dan beberapa alat 3D printer sulit didapat. Karena di masa awal pandemi seperti kita ketahui banyak industri yang menurunkan produksi. Saat ini Insya Allah supply sudah lebih lancar,” paparnya.


Editor : Doni Ramdhani