DP3P2KB Kota Cimahi Tangani 17 Kasus Kekerasan Anak, Empat Diantaranya Mendapat Pendampingan Psikolog

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana atau DP3P2KB Kota Cimahi mencatat, dalam setahun pihaknya menangani sebanyak 17 kasus kekerasan anak.

DP3P2KB Kota Cimahi Tangani 17 Kasus Kekerasan Anak, Empat Diantaranya Mendapat Pendampingan Psikolog
Analis Kebijakan DP3P2KB Kota Cimahi Sri Rusmiyati mengatakan, pihaknya tengah menyoroti maraknya kasus kekerasan anak. Sebab, masih banyak korban kekerasan yang malu dan enggan untuk melaporkan tindakan kekerasan yang dialaminya. (ilustrasi)

INILAHKORAN, Cimahi - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana atau DP3P2KB Kota Cimahi mencatat, dalam setahun pihaknya menangani sebanyak 17 kasus kekerasan anak.

Analis Kebijakan DP3P2KB Kota Cimahi Sri Rusmiyati mengatakan, pihaknya tengah menyoroti maraknya kasus kekerasan anak. Sebab, masih banyak korban kekerasan yang malu dan enggan untuk melaporkan tindakan kekerasan yang dialaminya.

"Berdasarkan data yang kita catat, terdapat 17 kasus kekerasan anak sampai bulan Agustus. Ini baru yang melaporkan dan kita tangani," katanya di DP3P2KB Kota Cimahi, Selasa 11 Oktober 2022.

Baca Juga : Guru Besar Unpad : Pupuk Organik Solusi Ketergantungan Pupuk Subsidi

Menurutnya, dari 17 korban yang melapor kasus kekerasan anak yang terjadi itu mayoritas kekerasan seksual. Sedangkan, sisanya merupakan kasus perundungan dan kekerasan dalam berpacaran.

Bahkan, dari 17 korban itu 4 di antaranya mendapat pendampingan dari psikolog lantaran korban mengalami trauma yang cukup mendalam.

"Keempat korban berbeda kasus, ada yang karena penyekapan, ada pula yang kekerasan di sekolah dan juga kekerasan seksual, sehingga kita libatkan psikolog untuk mendampingi," tuturnya.

Baca Juga : Pemkot Bandung Kantongi Rp100 Juta Lebih dari Penertiban PKL

Ia menjelaskan, dalam pendampingan psikolog korban akan terus didampingi sampai permasalahannya tuntas, sesuai kasusnya. Sehingga bisa saja kasus yang lain tidak membutuhkan psikolog.*** (agus satia negara)


Editor : Doni Ramdhani