Kesenian Sisingaan dan Simbol Perjuangan Rakyat 

Sisingaan atau Singa Depok merupakan salah satu tradisi kesenian asal Subang, Jawa Barat yang masih bertahan di era modernisasi saat ini.

Kesenian Sisingaan dan Simbol Perjuangan Rakyat 
Sisingaan atau Singa Depok merupakan salah satu tradisi kesenian asal Subang, Jawa Barat yang masih bertahan di era modernisasi saat ini./Agus Satia Negara
INILAHKORAN, Ngamprah - Sisingaan atau Singa Depok merupakan salah satu tradisi kesenian asal Subang, Jawa Barat yang masih bertahan di era modernisasi saat ini.
Tak hanya di Subang, kesenian sisingaan ini pun nyatanya juga kerap tampil di berbagai daerah di Jabar, salah satunya di Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Seperti diketahui, kesenian sisingaan ini kerap menjadi hiburan bagi keluarga. Khususnya, bagi mereka yang mengkhitan anaknya. Biasanya anak yang dikhitan naik ke atas punggung singa yang digotong oleh empat orang dewasa, lalu berkeliling sekitaran rumahnya.
Untuk meramaikan suasana, sisingaan biasanya diiringi gamelan khas Jawa Barat. Gerakan yang disajikan menghibur, sehingga menarik untuk ditonton. 
Kendati begitu, keberadaan kesenian tradisional Sisingaan tersebut kini terancam punah. Guna melestarikan tradisi Sisingaan tersebut, sejumlah masyarakat yang tergabung dalam Genjlong Grup asal Desa Cipada, Kecamatan Cikalongwetan, KBB ini secara konsisten menjaga eksistensi kesenian sisingaan tersebut.
Pimpinan Genjlong Grup, Ujang mengatakan, Sisingaan merupakan kesenian tradisional yang ada sejak zaman dulu yang harus dilestarikan.
Menurutnya, kesenian sisingaan diibaratkan seperti air susu yang bisa dinikmati berbagai kalangan, anak, remaja dan orang tua.
"Untuk bisa melestarikan sebuah kesenian, seorang seniman harus mampu menjiwai bidang yang ditekuninya," katanya kepada wartawan, Selasa 4 Oktober 2022.
Ia menjelaskan, kesenian Sisingaan merupakan simbol bentuk perjuangan rakyat, khususnya masyarakat Kabupaten Subang terhadap penguasa, atau penjajah dari ketertindasan, pada waktu kekuasaan Kerajaan Inggris. 
"Patung singa melambangkan penguasa kaum penguasa, yaitu lambang Kerajaan Inggris, anak sunat yang menunggang patung singa melambangkan generasi penerus bangsa, payung simbol pelindung generasi penerus bangsa, pengusung melambangkan masyarakat pribumi yang tertindas," jelasnya.
Ia menilai, yang membedakan kesenian sisingaan dengan kesenian tradisional lainnya, yakni kesenian yang satu ini tidak hanya ditampilkan di atas pentas, namun juga kerap ditampilkan dengan cara diarak keliling kampung.
"Oleh karena itu, kita harus terus memberikan motivasi terhadap generasi muda yang tertarik dengan tradisi Sisingaan ini agar mereka selalu konsisten memberikan penampilan terbaik yang tentunya memicu ketertarikan masyarakat," bebernya.
Ia menyebut, dalam kelompoknya ada sekitar 21 seniman yang terdiri dari delapan orang yang menggotong sisingaan, pengiring, penabuh gendang, dan sinden.
"Kemudian pemain gamelan yang jumlahnya 13 orang," sebutnya.
Disinggung terkait dukungan dari pemerintah, ia mengaku, kelompoknya kerap mendapat bantuan baik dari pemerintah desa maupun daerah.
"Kalau dari Pemerintah Provinsi kita baru mengajukan proposal dan tengah menunggu hasilnya," ujarnya.
Ia pun berharap, masyarakat bisa menerima kesenian sisingaan ini dan mendukung keberadaan kesenian tersebut, meski bukan asli dari Kabupaten Bandung Barat.
"Masyarakat harus menyadari akan adanya kesenian tradisional sisingaan ini. Meski berasal dari Subang, jangan sampai kesenian ini terlindas kesenian budaya luar atau asing," ujarnya.
"Kesenian ini merupakan warisan dari leluhur Sunda yang harus senantiasa dilestarikan," tandasnya.*** (agus satia negara).


Editor : JakaPermana