Runtuhnya Keangkuhan Akibat Covid-19, Lahirkan ‘Saung Angklung Udjo Reborn’

Badai pandemi Covid-19 yang terjadi pada 2020 silam, menghantam semua lini termasuk pusat budaya dan kesenian, Saung Angklung Udjo.

Runtuhnya Keangkuhan Akibat Covid-19, Lahirkan ‘Saung Angklung Udjo Reborn’

INILAHKORAN, Bandung – Badai pandemi Covid-19 yang terjadi pada 2020 silam, menghantam semua lini termasuk pusat budaya dan kesenian, Saung Angklung Udjo.

Pimpinan Saung Angklung Udjo Taufik Hidayat mengisahkan, bagaimana pandemi tersebut hampir mengaramkan usaha mereka yang telah dibangun puluhan tahun oleh orangtuanya Udjo Ngalagena dan Uum Sumiati.

Dia pun mengakui, ada keangkuhan yang timbul karena merasa terlalu percaya diri, mampu melewati pandemi dengan baik. Pengalaman krisis moneter 1998 kata dia, menjadi tolok ukur bila mereka sanggup melalui situasi sulit tersebut. Dimana kala itu, usai merangkul Triawan Munaf. Saung Angklung Udjo menggelar pertunjukan, berkolaborasi dengan Sherina di Sabuga ITB meraih sukses besar.

Baca Juga : Bedi Budiman Harap IKP Jabar Terbaik di 2024

Namun nyatanya situasi berbeda, kala penyakit bernama latin Coronavirus Disease hadir di Indonesia pada medio 2020 lalu. Pembatasan sosial yang berlangsung panjang, membuat Saung Angklung Udjo mati kutu.

“Sebelum Covid, pengunjung yang datang per hari sampai dua ribu lebih. Tapi pas waktu kena Covid, tragis. Jujur, ada rasa sombong waktu itu karena saya pernah melewati masa krisis tahun 98. Itulah ketakaburan saya. Ketakaburan saya dijawab oleh Allah, bahwa anda jangan sombong, jangan merasa mampu,” cerita Kang Opik (sapaan Taufik Hidayat Udjo) Rabu 26 Oktober 2023 malam lalu.

Situasi yang berlarut-larut sampai memaksa Kang Opik harus melakukan tindakan di luar kebiasaannya, yakni meminjam uang kepada kolega agar Saung Angklung Udjo dapat bertahan. Meski pada akhirnya sia-sia dan berujung hingga layanan listrik dicabut, lantaran tidak sanggup membayar tagihan.

Baca Juga : Pemprov Jabar Tingkatkan Penggunaan Produk Dalam Negeri

“Sampai saya mau pinjam. Malamnya, sebelum mau menghubungi, saya nangis karena tidak berani ngomong dan malu. Walaupun akhirnya ditolak, saya coba lagi. Dari situ saya menyadari, betapa pentingnya silaturahmi, persahabatan. Mungkin silaturahmi saya yang tidak bagus. Pengalaman ini, mudah-mudahan membuat saya menjadi lebih dewasa,” ungkapnya.

Halaman :


Editor : Ahmad Sayuti