Berkurban Atas Nama Orang Meninggal Kenapa tidak?

Imam Ahmad berkata bahwa semua bentuk amal saleh dapat sampai kepada mayit baik berupa doa, sedekah, dan amal saleh lainnya, karena adanya riwayat tentang itu.

Berkurban Atas Nama Orang Meninggal Kenapa tidak?

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mendoakan agar qurban dari Beliau, dan umatnya diterima Allah Taala. Hadis ini menyebut "umat Muhammad" secara umum, tidak dikhususkan untuk yang masih hidup saja. Sebab, "umat Muhammad" ada yang masih hidup dan yang sudah wafat.

Sebenarnya, telah terjadi perbedaan pandangan para ulama tentang berqurban untuk orang yang sudah wafat. Berikut ini rinciannya:

Jika seseorang berwasiat untuk berkurban atau berwaqaf untuk itu, maka dibolehkan berkurban baginya menurut kesepakatan ulama. Jika dia memiliki kewajiban karena nazar atau selainnya, maka ahli warisnya wajib melaksanakannya.

Ada pun jika dia tidak berwasiat, dan ahli waris dan selainnya nya hendak berkurban untuknya dari hartanya sendiri, maka menurut Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah, membolehkan berkurban untuknya, hanya saja Malikiyah membolehkan dengan kemakruhan. Mereka membolehkan karena kematian tidaklah membuat mayit terhalang mendekatkan diri kepada Allah Taala sebagaimana sedekah dan haji.

Telah sahih bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam berkurban dengan dua kambing kibas, satu untuk dirinya dan satu untuk umatnya yang belum berkurban. Atas dasar ini, seandainya tujuh orang berpartisipasi dalam kurban Unta, lalu salah seorang ada yang wafat sebelum penyembelihan. Lalu ahli warisnya mengatakan dan mereka sudah baligh- : sembelihlah untuknya, maka itu boleh. Sedangkan kalangan Syafiiyah berpendapat tidak boleh berkurban untuk mayit tanpa diwasiatkan dan waqaf.

Wallahu a'lam. [Ustaz Farid Hasan Nu'man]

Halaman :


Editor : Bsafaat