Hukum Membuka Hijab di Hadapan Waria

KEBERADAAN wanita setengah pria (waria) adalah fenomena yang tak terelakkan dalam kehidupan masyarakat kita saat ini. Lepas dari sifat pembawaan, mereka sesungguhnya juga tumbuh dari lingkungan pergaulan yang memang jauh dari nilai-nilai Islam.

Hukum Membuka Hijab di Hadapan Waria
Ilustrasi/Net

Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata: "Diambil faedah dari hadits ini agar para wanita berhijab dari orang-orang (laki-laki) yang memahami keindahan-keindahan mereka." (Fathul Bari, 9/406)

Hukum Berpenampilan dan Berperilaku seperti Lawan Jenis

Ibnu Abbas berkata:"Rasulullah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki." (HR. Al-Bukhari no. 5885, 6834)

Ath-Thabari memaknai sabda Nabi r di atas dengan ucapan: "Tidak boleh laki-laki menyerupai wanita dalam hal pakaian dan perhiasan yang khusus bagi wanita. Dan tidak boleh pula sebaliknya (wanita menyerupai laki-laki)."

Al-Hafidz Ibnu Hajar menambahkan: "Demikian pula meniru cara bicara dan berjalan. Adapun dalam penampilan/ bentuk pakaian maka ini berbeda-beda dengan adanya perbedaan adat kebiasaan pada setiap negeri. Karena terkadang suatu kaum tidak membedakan model pakaian laki-laki dengan model pakaian wanita (sama saja), akan tetapi untuk wanita ditambah dengan hijab. Pencelaan terhadap laki-laki atau wanita yang menyerupai lawan jenisnya dalam berbicara dan berjalan ini, khusus bagi yang sengaja. Sementara bila hal itu merupakan asal penciptaannya maka ia diperintahkan untuk memaksa dirinya agar meninggalkan hal tersebut secara berangsur-angsur. Bila hal ini tidak ia lakukan bahkan ia terus tasyabbuh dengan lawan jenis, maka ia masuk dalam celaan, terlebih lagi bila tampak pada dirinya perkara yang menunjukkan ia ridla dengan keadaannya yang demikian."

Al-Hafidz mengomentari pendapat Al-Imam An-Nawawi yang menyatakan mukhannats yang memang tabiat/ asal penciptaannya demikian, maka celaan tidak ditujukan terhadapnya, maka kata Al-Hafidz , hal ini ditujukan kepada mukhannats yang tidak mampu lagi meninggalkan sikap kewanita-wanitaannya dalam berjalan dan berbicara setelah ia berusaha menyembuhkan kelainannya tersebut dan berupaya meninggalkannya. Namun bila memungkinkan baginya untuk meninggalkan sifat tersebut walaupun secara berangsur-angsur, tapi ia memang enggan untuk meninggalkannya tanpa ada udzur, maka ia terkena celaan." (Fathul Bari, 10/345)

Al-Imam An-Nawawi memang menyatakan: "Ulama berkata, mukhannats itu ada dua macam.


Editor : Bsafaat