Mengobati Penyakit dengan Sedekah

NAMAKU Intan Kumala Putri, usiaku 39 tahun. Aku seorang istri, sekaligus ibu dari ketiga anakku yang masing-masing berumur 15 tahun, 13 tahun dan terakhir 9 tahun putra kami satu satunya. Alhamdulillah, kehidupanku bisa dibilang serba berkecukupan dengan profesi suami sebagai perwira angkatan darat dengan jabatan yang cukup mumpuni.

Mengobati Penyakit dengan Sedekah
ilustrasi/net

Selama 39 tahun hidupku, ini adalah penyakit terparah yang kualami. Aku tak pernah mengalami penyakit-penyakit serius sejak kecil, apalagi kanker seperti ini. Mendengarnya saja jarang. Kehidupan rumah tangga yang selalu adem ayem tanpa hal-hal serius mungkin membuatku menjadi sedikit kurang perhatian dan peduli dengan penyakit dan sebab
musababnya. Hingga membuatku bergeming saat kanker ini telah memberi
sinyal kemunculannya sejak awal.

Tiga hari berlalu, ditemani suami, kami kembali kerumah sakit mengambil hasil biopsi. Amplop putih hasil pemeriksaan cairan payudaraku sudah di tangan. Berkali-kali aku beristighfar menguatkan diri menerima apapun itu hasil didalamnya, begitupun dengan suamiku. Harapanku tetap sama, semoga tak ada yang terlalu serius.

Tulisan kapital yang dibuat lebih hitam dari tulisan lainnya dalam surat itu meruntuhkan harapanku. Tubuhku lemas seketika, kurasa aliran darah mengalir begitu cepat dalam tubuhku, jantungku berdetak tak beraturan. Aku mengidap kanker payudara stadium 3 D. Tak ada kalimat yang keluar dari mulutku membaca tulisan itu, hanya beristighfar dalam pelukan suamiku.

Baca Juga : Tiga Rahmat Karena Istri Cantik dan Rajin Tahajud

Kanker payudara stadium 3 d, tidak bisa dioperasi dan hanya membuang waktu melakukan operasi. Hanya dengan kemoterapi kanker itu bisa dikurangi penyebarannya. Berharap kanker itu bisa menghilang dengan kemoterapi pun rasanya tak mungkin. Ini stadium yang besar dari jenis penyakit kanker.

Suami dan kedua anakku memintaku untuk menjalani kemoterapi, anak bungsu ku belum tahu menahu tentang penyakitku. Dan aku tidak berharap putra kecilku itu tahu. Buatku kemoterapi hanya menyiksaku dan bisa membunuhku secara perlahan-lahan. Inilah yang membuat tak ingin menjalani kemo, aku bakal tersiksa karenanya. Ditambah biaya yang tak sedikit untuk setiap kali kemo. Bagaimana dengan kehidupan suami dan anak-anakku kedepannya, jika seluruh tabungan keluarga digunakan untuk kemo itupun hanya cukup beberapa kali kemo.

Aku memutuskan untuk tidak menjalani kemo. Alhamdulillah,, seluruh keluarga besar dan teman temanku menguatkanku dengan selalu menghiburku. Salah satu temanku memberi kabar tentang pengobatan alternatif melalui tabib herbal untuk penyakit kanker, di daerah Cilodong. Lama aku berpikir, hingga akhirnya aku memutuskan untuk mencoba pengobatan alternatif itu, tidak ada salahnya mencoba, pikirku.

Pengobatan herbal itu berjalan beberapa kali, selalu dalam setiap pengobatannya tabib selalu mengingatkanku untuk jangan lupa bersedekah, dan jawabanku hanya ya dan ya. Aku memang bersedekah, tapi terlalu sedikit dan penuh perhitungan. Bahkan tak jarang aku mengurungkan niatku dan kembali memasukkan uang ke dalam dompet karena satu dua hal yang
tak begitu penting.


Editor : Bsafaat