Pajak Karbon, Strategi Menghindari Tragedi

Dalam upaya menekan laju emisi dan mendorong penggunaan energi baru terbarukan, Pemerintah mengenakan jenis pajak baru yaitu pajak karbon.

Pajak Karbon, Strategi Menghindari Tragedi

Untuk itu, dalam upaya menekan laju emisi dan mendorong penggunaan energi baru terbarukan, Pemerintah mengenakan jenis pajak baru yaitu pajak karbon. Hal ini diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), dimana pajak ini akan dikenakan atas emisi karbon yang ditimbulkan.

Hadirnya pajak karbon juga memberikan instrumen bagi pemerintah untuk mengenakan biaya sosial kepada aktor yang terlibat dalam kegiatan ekonominya. Pihak yang menggunakan emisi gas buang tinggi akan dibebankan pajak yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lebih rendah. Hal ini sesuai dengan semangat keadilan yang digaungkan dalam UU HPP.

Namun upaya penerapan pajak karbon ini seolah menemui jalan terjal. Sejatinya, sesuai amanat dari UU HPP pajak karbon akan diimplementasikan mulai 1 April 2022. Akan tetapi rencana tersebut harus ditunda menjadi 1 Juli 2022, dan kini penundaan itu kembali lagi terjadi. Dalih ketidakpastian global dan kesiapan pelaku industri menjadi alasan Pemerintah untuk mencari waktu yang tepat dalam menerapkan pajak turunan dari Pigouvian Tax ini. Apalagi harga energi saat ini masih sangat tinggi. Selain itu, pemerintah harus menjaga agar tidak terjadi pergeseran beban pajak karbon, yang seharusnya ditanggung oleh produsen menjadi beban konsumen.

Baca Juga: Sekda Jabar Tekankan Pentingnya Pembangunan Rendah Karbon

Satu hal yang harus disikapi, tujuan utama dari pengenaan pajak karbon ini bukanlah hanya untuk penerimaan negara, namun sebuah strategi untuk mendorong perubahan perilaku ekonomi agar beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang ramah lingkungan sehingga kita terhindar dari tragedi perubahan iklim yang terus mengancam.

Jangan sampai kita telat menyadari jeritan hati Muhammad Maahir yang berbunyi: Manusia akan sadar "Ketika pohon terakhir telah ditebang, mata air terakhir telah hilang, ikan terakhir telah ditangkap, baru kita akan sadar, bahwa kita tidak akan bisa hidup hanya dengan uang."

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi.


Editor : inilahkoran