Pajak Karbon, Strategi Menghindari Tragedi

Dalam upaya menekan laju emisi dan mendorong penggunaan energi baru terbarukan, Pemerintah mengenakan jenis pajak baru yaitu pajak karbon.

Pajak Karbon, Strategi Menghindari Tragedi

Tahun 2015, sebanyak 171 negara telah berkomitmen dalam Perjanjian Paris untuk menghentikan peningkatan suhu bumi agar tidak lebih dari 2 derajat Celcius. Di perjanjian ini pula, terdapat konsensus bahwa negara-negara di dunia berkewajiban untuk berkontribusi dalam penurunan kenaikan suhu global melalui dukungan dana dan teknologi. Target dan langkah yang akan ditempuh tersebut kemudian tertuang dalam dokumen yang disebut The Nationally Determined Contributions (NDC).

Pemerintah Indonesia sendiri bergerak cepat dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention On Climate Change, dan menyatakan komitmen dalam NDC-nya untuk mengurangi emisi dalam negeri sebesar 29% dengan upaya sendiri, dan 41% jika terdapat dukungan internasional pada tahun 2030.

Baca Juga: Ekonom: Potensi Pendapatan Pajak Karbon Capai Rp57 Triliun

Namun, keberhasilan NDC ini tidak bisa dipikul sendiri oleh pemerintah. Seyogyanya, komitmen ini juga dipegang oleh sektor korporasi karena turut berkontribusi besar terhadap perubahan iklim yang terjadi.

Akan tetapi enam tahun sejak Perjanjian Paris disepakati, nilai konsentrasi gas rumah kaca tak kunjung menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan. Salah satu faktor yang memengaruhi adalah luputnya penambahan biaya emisi, biaya lingkungan, dan biaya kesehatan dalam proses perhitungan harga sebuah produk.

Tak ayal masih banyak korporasi yang kurang bijak dalam penggunaan emisi khususnya di sektor energi. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batu Bara masih menjadi andalan karena dianggap murah dari segi biaya padahal jejak karbon yang ditimbulkannya sangatlah tinggi. Belum lagi dampak kesehatan yang ditimbulkannya. Kita tentu masih ingat, bagaimana Warga Rumah Susun Marunda, Cilincing, Jakarta Utara harus mengenakan masker setiap hari dan melakukan screening kesehatan karena paparan polusi debu batu bara yang lokasi bongkar muatnya berdekatan dengan lingkungan tempat tinggal mereka.

Baca Juga: Nestle Resmikan Boiler Biomassa Tekan Emisi Karbon pada Kegiatan Produksi


Editor : inilahkoran