Pembagian Waris Suami yang Wafat saat Istri Hamil

MEMANG ketika yang menjadi ahli waris seorang bayi yang ada di dalam kandungan ibunya, masalahnya akan jadi berbeda dan penghitungan warisnya pun rumit. Hal itu karena keberadaan bayi itu akan sangat mempengaruhi pembagian waris dan hak-hak para ahli waris lainnya.

Pembagian Waris Suami yang Wafat saat Istri Hamil
Ilustrasi/Net

Bayi tersebut diketahui secara pasti keberadaannya dalam kandungan ibunya ketika pewaris wafat. Syarat pertama ini dapat terwujud dengan kelahiran bayi dalam keadaan hidup. Dan keluarnya bayi dari dalam kandungan maksimal dua tahun sejak kematian pewaris, jika bayi yang ada dalam kandungan itu anak pewaris. Hal ini berdasarkan pernyataan Aisyah radhiyallahuanhu: "Tidaklah janin akan menetap dalam rahim ibunya melebihi dari dua tahun sekalipun berada dalam falkah mighzal." Pernyataan Aisyah tersebut dapat dipastikan bersumber dari penjelasan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Pernyataan ini merupakan pendapat mazhab Hanafi dan merupakan salah satu pendapat Imam Ahmad. Adapun mazhab Syafi'i dan Maliki berpendapat bahwa masa janin dalam kandungan maksimal empat tahun. Pendapat inilah yang paling akurat dalam mazhab Imam Ahmad, seperti yang disinyalir para ulama mazhab Hambali.

b. Bayi Lahir Dalam Keadaan Hidup

Syarat kedua adalah bayi itu lahir dalam keadaan hidup ketika keluar dari perut ibunya, sehingga dapat dipastikan sebagai anak yang berhak mendapat warisan. Dan tanda kehidupan yang tampak jelas bagi bayi yang baru lahir adalah jika bayi tersebut menangis, bersin, mau menyusu pada ibunya, atau yang semacamnya. Bahkan, menurut mazhab Hanafi, hal ini bisa ditandai dengan gerakan apa saja dari bayi tersebut. Adapun menurut mazhab Syafi'i dan Hambali, bayi yang baru keluar dari dalam rahim ibunya dinyatakan hidup bila melakukan gerakan yang lama hingga cukup menunjukkan adanya kehidupan. Bila gerakan itu hanya sejenak --seperti gerakan hewan yang dipotong-- maka tidak dinyatakan sebagai bayi yang hidup. Dengan demikian, ia tidak berhak mewarisi. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Apabila bayi yang baru keluar dari rahim ibunya menangis (kemudian mati), maka hendaklah dishalati dan berhak mendapatkan warisan." (HR Nasa'i dan Tirmidzi)

Namun, apabila bayi yang keluar dari rahim ibunya dalam keadaan mati, atau ketika keluar separo badannya hidup tetapi kemudian mati, atau ketika keluar dalam keadaan hidup tetapi tidak stabil, maka tidak berhak mendapatkan waris, dan ia dianggap tidak ada. Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. [Ahmad Sarwat, Lc., MA]

Halaman :


Editor : Bsafaat