RUU PKS, Setitik Harapan untuk Keadilan bagi Korban Kekerasan Seksual

Sulit untuk menghadapi risiko serangan balik setelah melakukan pengungkapan kasus kekerasan seksual.

RUU PKS, Setitik Harapan untuk Keadilan bagi Korban Kekerasan Seksual
Ilustrasi (antara)

Salah satu faktor yang mengakibatkan terjadinya fenomena gunung es adalah kurangnya kemampuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam mengatur perlindungan untuk korban kekerasan seksual. KUHP terlalu fokus pada pelaku kekerasan seksual dan mengabaikan hak-hak perlindungan dan pemulihan yang seharusnya diperoleh korban.

Komisioner Komnas Perempuan tersebut juga menyatakan, masih terdapat beberapa bentuk kekerasan seksual yang belum diatur di dalam KUHP. Hal ini menyebabkan KUHP dianggap tidak efektif untuk menjadi acuan dalam menindaklanjuti kasus kekerasan seksual.

KUHP hanya mengenali istilah perkosaan, pencabulan, dan persetubuhan. Sedangkan, mengacu pada pengaduan korban kekerasan seksual, terdapat bentuk kekerasan lain seperti pemaksaan perkawinan, eksploitasi seksual, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual.

Berdasarkan pada hal tersebut, Maria Ulfah menekankan pentingnya mengesahkan RUU PKS sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam memberikan akses kepada korban kekerasan seksual untuk menuntut keadilan dan melindungi hak-hak konstitusional mereka.

Harapan baru

Setelah menuai kegagalan pada periode sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) mengusulkan agar RUU PKS menjadi agenda prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021. Adapun tiga fraksi pengusul ialah Partai Nasdem, PDI Perjuangan, dan PKB.

RUU PKS berhasil masuk ke dalam daftar prolegnas prioritas 2021 setelah memperoleh dukungan dari seluruh partai. Menurut Maria Ulfah, hal tersebut menunjukkan komitmen pemerintah untuk segera mengesahkan RUU PKS.


Editor : suroprapanca