RUU PKS, Setitik Harapan untuk Keadilan bagi Korban Kekerasan Seksual

Sulit untuk menghadapi risiko serangan balik setelah melakukan pengungkapan kasus kekerasan seksual.

RUU PKS, Setitik Harapan untuk Keadilan bagi Korban Kekerasan Seksual
Ilustrasi (antara)

INILAH, Jakarta - Sulit untuk menghadapi risiko serangan balik setelah melakukan pengungkapan kasus kekerasan seksual. Setidaknya, hal tersebut yang dirasakan oleh GH ketika mengungkapkan kasus pelecehan yang ia alami.

GH harus menghadapi pernyataan-pernyataan yang semakin melecehkan dirinya pasca pengungkapan, seperti yang dikutip melalui siaran pers Komnas Perempuan pada tanggal 10 Juni 2021.

Beberapa pihak, baik yang terlibat dengan pelaku maupun tidak, bahkan menunjukkan sikap yang menyetujui tindakan pelaku dan menyemangati hal tersebut.

Baca Juga : Kemenperin Pastikan Industri Patuhi Protokol Kesehatan Saat PPKM

Sayangnya, peristiwa itu tidak hanya dihadapi oleh GH. Ribuan korban kekerasan seksual menghadapi risiko serangan balik bila mereka melaporkan atau menuntut pelaku kekerasan.

Serangan balik yang diarahkan kepada korban pun beragam, seperti penyangkalan, menyalahkan korban, dan bahkan pelaku dapat balas menuntut korban.

Menurut Komnas Perempuan, hal ini diakibatkan oleh berbagai faktor, dan salah satunya adalah payung hukum yang belum memenuhi kebutuhan korban kekerasan. Baik kebutuhan korban untuk menuntut keadilan, maupun perlindungan.

Baca Juga : Dewas: Pimpinan KPK Telah Sosialisasikan TWK ke Pegawai

Sebagai wujud dari komitmen Komnas Perempuan dalam melindungi hak korban kekerasan seksual, instansi tersebut memperjuangkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) sejak tahun 2012. Namun, RUU PKS tak kunjung memperoleh persetujuan oleh DPR untuk disahkan.

Halaman :


Editor : suroprapanca