Besok, Ridwan Kamil Hadiri Peletakan Batu Pertama TPPAS Lulut-Nambo

Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Lulut-Nambo, Kabupaten Bogor ditargetkan beroperasi 2020 mendatang. Saat ini, proyek dengan biaya Rp600 miliar dibangun dengan teknologi canggi

Besok, Ridwan Kamil Hadiri Peletakan Batu Pertama TPPAS Lulut-Nambo

INILAH, Bandung- Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Lulut-Nambo, Kabupaten Bogor ditargetkan beroperasi 2020 mendatang. Saat ini, proyek dengan biaya Rp600 miliar dibangun dengan teknologi canggih dan ramah lingkungan.

Hari ini, Jumat (21/12), Ridwan Kamil akan hadir dalam peletakan batu pertama proyek TPPAS Lulut-Nambo. "Besok Ground Breaking Nambo, yaitu pengelolaan sampah terpadu

yang canggih," ujar Ridwan Kamil di Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (20/12).

Semula TPPAS Lulut-Nambo hanya memproses sampah dari wilayah Kabupaten dan Kota Bogor, serta Kota Depok dengan kapasitas operasi sebanyak 1.500 ton per hari. Namun,

pemerintah Kota Tangerang Selatan menyatakan akan turut memanfaatkan TPPAS tersebut. Dengan begitu, kapasitas pengolahan meningkat menjadi 1.800 ton per hari.

"Nambo ini merupakan siklus pengelolan sampah yang baik. Dimana merupakan tempat pembuangan sampah Kota dan Kabupaten Bogor, Depok juga Tangerang Selatan," katanya.

Meski begitu, Emil, sapaan Ridwan Kamil mengatakan pihaknya  membuka pintu kepada provinsi lain bilamana hendak berkolaborasi dalam pemanfaatan TPPAS tersebut.

Misalnya, provinsi DKI Jakarta.

Meski begitu, lanjut dia, permasalahan ada di teknologinya. Dimana dengan kapasitas 1800 ton perhari hanya bisa mengolah sampah di empat daerah saja.

"Jadi kalau ngajak daerah lain harus bikin mesinnya jadi dua. Pada dasarnya kita kan open, buktinya tangerang selatan mau. Kita enggak kaku gitu harus berdasarkan

daerah," ucapnya.

Emil sampaikan, teknologi yang digunakan berasal dari Jerman. Nantinya sampah diproses menjadi dua tahap dan akhirnya bisa didaur ulang. "Intinya gini dari

teknologinya dari dua tahap dikeringkan, karena sampah indonesia itu basah, 60 persen. Makanya diperes dulu oleh teknologi Jerman," katanya.

Untuk tahap dua, lanjut Emil, sampah bakal dicacah kecil-kecil dan dipadatkan. Yaitu akan diolah menjadi refuse derived fuel (RDF).

"Hasilnya masuk tahap dua dicacah-cacah kecil dipadatkan dijual menjadi bahan bakar lagi. Pembelinya adalah indocement," pungkasnya.


Editor : inilahkoran