Disparbud KBB Bakal Daftarkan Enam Ritual Budaya Menjadi Warisan Budaya Tak Benda, Apa Saja?

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Bandung Barat (KBB) bakal segera mengusulkan enam ritual budaya yang ada di wilayahnya sebagai warisan budaya tak benda ke Kementerian Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).

Disparbud KBB Bakal Daftarkan Enam Ritual Budaya Menjadi Warisan Budaya Tak Benda, Apa Saja?
INILAHKORAN, Ngamprah - Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Bandung Barat (KBB) bakal segera mengusulkan enam ritual budaya yang ada di wilayahnya sebagai warisan budaya tak benda ke Kementerian Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).
Enam ritual budaya yang saat ini tengah dikaji untuk diusulkan menjadi warisan tak benda, antara lain Upacara Ngamandian Gong si Beser di Kecamatan Cililin, Upacara Serepan Patalekan Tradisi Ngalantik Pesilat Padepokan Panglipur Pamager Sari di Kecamatan Lembang dan Upacara Pamitan Tradisi Ngala Baru Kangge Coet di Kecamatan Padalarang.
Selanjutnya, Upacara Nyeungitan Seweu Siwi di Kecamatan Ngamprah, Upacara Raracik Ghoib di Kecamatan Lembang dan Upacara Puput Puseur di Kecamatan Cipatat.
"Sebelumnya, kita juga telah mendaftarkan lima budaya warisan tak benda yang ada di wilayah KBB, antara lain Upacara Mikul Lodong, Upacara Ngmandian Ucing, Rahengan, Hajat Arwah, dan Palakiah Parengan Raga," kata Kepala Seksi Bina Budaya pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bandung Barat, Hernandi Tismara saat dihubungi, Minggu 25 Desember 2022.
Ia menyebut, Kabupaten Bandung Barat memiliki 121 ritual budaya yang harus ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda ke Kemendikbud Ristek.
"Kalau di daerah lain ada tarian dan beragam warisan budaya tak benda. Sedangkan di KBB  ada ritual,” sebutnya.
Ia menuturkan, untuk bisa mendaftarkan warisan budaya tak benda ke Kemendikbud Ristek ada tiga tahapan yang mesti dilalui, yakni melalui sidang.
"Ada tiga tahapan yang mesti dilewati, dua diantaranya tingkat provinsi dan tingkat kementerian. Untuk yang lima tadi sudah ditetapkan oleh kementerian," tuturnya.
Lebih jauh ia menerangkan, pendaftaran warisan tak benda diawali dengan penulisan jurnal ilmiah yang muncul dari lembaga atau institusi perguruan tinggi, seperti dari Instansi Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung.
'Kemudian setelah ada jurnal harus ada filmnya dan lalu dipertanggung jawabkan di sidang tingkat provinsi atau kementerian. Nanti, bakal ada masukan atau koreksi untuk diperbaiki,” terangnya.
Menurut, hal itu dilakukan guna ada sejumlah keilmuan yang harus dibahas, seperti antropologi (ilmu budaya), hermeneutika (tafsir), semiotika (ilmu tanda) dan keilmuan lainnya.
“Jadi selama ini ritual-ritual dipahaminya secara kegaiban, tapi setelah munculnya ahli-ahli antropologi, ahli-ahli tafsir budaya hermeneutika, semiotik mereka bisa menerjemahkan. Jadi leluhur kita itu memunculkan makna itu dengan kebudayaan,” tuturnya.
Hal itu terjadi sebagai akibat atau dampak dari adanya penjajahan, sehingga banyak arti dari budaya yang kerap disembunyikan.
“Kita selalu disembunyikan dari simbol dan makna karena kita itu dijajah. Sebaliknya, kalau kita merdeka tidak akan dirahasiakan, kalau digali segala itu ada kaitan dengan akhlak dan sebagainya,” bebernya.
Ia memastikan, semua ritual yang diciptakan leluhur tersebut syarat akan makna berkaitan dengan ilmu kehidupan dan budi pekerti.
Oleh karenanya, sambung dia, budaya itu jangan sampai dipisahkan dengan keilmuan.
"Karena sebuah ritual gaib juka digali tersurat pelajaran akhlak tentang bagaimana harus menghormati kehidupan," ujarnya.
"Salah satunya seperti ritual upacara Tumbalan di Gunung Batu Lembang yang memiliki makna agar tidak terjadi hal-hal membahayakan, seperti menjaga stabilitas Sesar Lembang," pungkasnya.*** (agus satia negara)


Editor : Ahmad Sayuti