Kelangkaan Kedelai Akibat Minimnya Perhatian

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung Tisna Umaran mengatakan, meski sebagai salah satu komoditas strategis nasional namun pertanian kedelai masih belum mendapatkan perhatian serius pemerintah pusat. Akibatnya, produksi kedelai dalam negeri sulit untuk bangkit dan bersaing dengan kedelai impor.

Kelangkaan Kedelai Akibat Minimnya Perhatian
Foto: Dani R Nugraha

INILAH, Bandung - Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung Tisna Umaran mengatakan, meski sebagai salah satu komoditas strategis nasional namun pertanian kedelai masih belum mendapatkan perhatian serius pemerintah pusat. Akibatnya, produksi kedelai dalam negeri sulit untuk bangkit dan bersaing dengan kedelai impor.

Menurutnya, kedelai memang menjadi salah satu komoditas strategis nasional bersama padi dan jagung. Sehingga, pemerintah gencar memberikan bantuan bibit dan pupuk untuk petani agar nantinya Indonesia bisa swasembada. Namun sayangnya, bantuan pemerintah pusat itu dirasakan tidak tuntas. Pemerintah hanya menetapkan harga pokok pembelian (HPP) sebesar Rp8.000 per kilogram serta memerintahkan Bulog untuk membeli kedelai petani.

"Tapi sayangnya Bulog tidak punya uang jadi kedelai produksi lokal ini tidak bisa diserap. Kedelai dari petani juga hanya dihargai sekitar Rp6.000 di pasaran. Jadi memang permasalahan makronya juga tidak tuntas. Nah, kami bersama Dinas Pertanian Provinsi Jabar terus mendorong pemerintah pusat untuk menyelesaikan masalah tersebut," kata Tisna di Soreang, Senin (4/1/2021).

Baca Juga : Sebanyak 407 Siswa Darul Hikam Gelar Pemanasan Sebelum Masuk Semester Genap

Dia menuturkan, untuk Kabupaten Bandung memang bukan sentra pertanian kedelai. Lahan pertanian kedelai kurang lebih sekitar 200 hektare yabng tersebar di beberapa kecamatan. Namun, para petani kedelai di Bandung ini lebih tertarik untuk menjual kedelai muda untuk kacang rebus (kacang bulu).

"Dijual kacang muda untuk kacang bulu. Karena lebih menguntungkan, dari pada harus menunggu sekitar dua bulan sampai tua dan harus dijemur dulu. Tapi saya rasa kalau harganya menguntungkan pasti para petani juga tidak akan menjual kedelai muda untuk kacang rebus," ujarnya.

Di sisi lain, lanjut Tisna, perajin tahu tempe lebih tertarik dengan kedelai impor. Sebab, kedelai impor bijinya lebih besar serta lebih bersih. Padahal, konsumsi kedelai perajin tahu tempe di Kabupaten Bandung relatif besar. Sehingga, adanya kelangkaan kedelai ini sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan industri tahu tempe yang didominasi pelaku usaha kecil, mikro dan menengah (UMKM) itu.

Baca Juga : Abu Bakar Ba'asyir Bebas Murni, Santri Diimbau Tidak Melakukan Penjemputan

"Kelangkaan ini terjadi akibat adanya pengurangan kuota impor. Di sisi lain produksi kedelai lokal di Indonesia juga belum panen. Ya, otomatis terjadi kelangkaan di pasaran," katanya. 

Halaman :


Editor : Doni Ramdhani