Membendung Transmisi Ideologi Transnasional Melalui Media Sosial yang Melemahkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa di Era Disrupsi 

Permasalahan yang bersifat ideologis sangat memiliki dampak yang luar biasa besar. Karena ideologi bersifat keyakinan dan menghujam dalam hati sanubari seseorang yang bisa menjadi motivasi untuk menggerakan diri seseorang sesuai dengan keyakinannnya. Permasalahan ideologis juga akan menimbulkan masalah social bahkan bangsa, apabila urusan berkeyakinan atau ber-agama tidak dikelola dengan baik dan menyeluruh. Banyak negara-negara yang hancur dan mengalami konflik berkepanjangan karena alasan ideologi.

Membendung Transmisi Ideologi Transnasional Melalui Media Sosial yang Melemahkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa di Era Disrupsi 
Brigjen Pol (Purn) Adv Drs H Faisal Abdul Naser MH  / Executive Liaison Officer PT IJA dan PT JCI Tbk. (dok pribadi)

Dari berbagai bentuk ideologi transnasional yang mengemuka di era globalisasi saat ini, antara lain neo-liberalisme dan fundamentalisme agama. Pada konteks ideologi neoliberalisme lebih banyak bertumpu kepada perluasan ekonomi dan pasar. Ideologi transnasional yang dipersepsikan sebagai ancaman yang memiliki derajat paling tinggi sehingga patut diwaspadai adalah transmisi paham atau ideologi yang berbenturan dengan nasionalisme dan falsafah bangsa Indonesia Pancasila yang menjunjung kearifan lokal dan pluralisme. Ideologi Transnasional cenderung mengkampanyekan keseragaman, satu warna, dan cara beragama yang kaku dan sempit, intoleran mengandung ajaran radikalisme bahkan hingga derajat paling ekstrim mewujud kepada ajakan melakukan aksi terorisme. Ancaman nyata dari ideologi transnasional ini menimbulkan adanya demarkasi di tengah masyarakat yang kemudian menimbulkan perpecahan persatuan dan kesatuan bangsa serta runtuhnya bangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dimana kini ideologi tersebut eksis di media sosial dikarenakan beberapa hal, antara lain:

Aksesibilitas dan Penyebaran Cepat: Media sosial memungkinkan ideologi transnasional untuk dengan mudah menjangkau audiens yang luas dan menyebar dengan cepat. Dengan hanya beberapa klik, konten ideologi transnasional dapat diunggah dan dibagikan oleh pengguna media sosial, sehingga memperluas jangkauan dan dampaknya. Selain itu terdapat anonimitas dan kebebasan ekspresi: Media sosial memberikan anonimitas dan kebebasan ekspresi kepada penggunanya. Hal ini memungkinkan individu atau kelompok yang memiliki ideologi transnasional untuk menyebarkan pandangan mereka tanpa takut diidentifikasi atau dihukum. Mereka dapat menggunakan akun palsu atau menggunakan platform yang tidak terlalu diawasi untuk menyebarkan ideologi mereka.

Media Sosial juga mengandung algoritma dan filter Bubble: Algoritma media sosial cenderung menampilkan konten yang sesuai dengan minat dan preferensi pengguna. Ini dapat menciptakan filter bubble di mana pengguna hanya terpapar pada pandangan yang sejalan dengan ideologi mereka sendiri. Dalam konteks ini, ideologi transnasional dapat dengan mudah menyebar di antara kelompok-kelompok yang sudah memiliki pandangan serupa. Ditambah lain kurangnya regulasi dan pengawasan, media sosial tidak terkendali untuk tetap mentransmisikan konten konten negatif yang diunggah oleh pengguna. Hal ini memungkinkan ideologi transnasional untuk berkembang tanpa hambatan atau tindakan yang signifikan dari pihak berwenang.

Baca Juga : Antisipasi Lahirnya Generasi Korupsi

Penetrasi ideologi transnasional yang dapat memecah belah persatuan tersebut mudah berkembang di kalangan masyarakat negara yang masih menghadapi persoalan dengan kualitas hasil sistem pendidikannya yang rendah dan pemahaman serta komitmen akan jiwa  nasionalisme yang lemah. Kurangnya kualitas dan kuantitas pendidikan berbanding lurus dengan rendahnya budaya membaca/literasi. Rendahnya literasi masyarakat Indonesia dibuktikan indeks literasi Indonesia yang kondisinya cukup memprihatinkan, dimana posisi Indonesia menempati ranking ke 62 dari 70 atau berada 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah. Hal ini berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessmenit (PISA) yang dirilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2020. khususnya pada segmen mayoritas tergolong kurang mampu, sangat rendah kemampuan dan minat membacanya.

Untuk itu membendung transmisi ideologi transnasional melalui media sosial yang dapat melemahkan ikatan persatuan dan kesatuan bangsa, dapat dilakukan pendekatan penguatan pendidikan karakter (character building). Berdasarkan konsepnya character building adalah proses mengembangkan dan memperkuat karakter seseorang melalui usaha dan latihan secara sadar.

Ini melibatkan pembentukan kepribadian, nilai, dan perilaku seseorang untuk menjadi individu yang bertanggung jawab dan bijaksana. Pembentukan karakter bukanlah sesuatu yang dapat diwariskan atau dibeli, tetapi harus dikembangkan hari demi hari melalui sebuah proses khususnya bagi masyarakat atau generasi muda pada hidup sebuah negara yang sedang membangun di berbagai sektor kehidupannya, Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya dan Hankam, yang penuh berbagai tantangan dan ancaman Character building merupakan upaya untuk membentuk sifat-sifat tersebut ke arah yang positif, melalui metode pendidikan, maka objek sasaran dari program ini akan memiliki kemampuan mengambil keputusan dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan karakter bangsanya yang memiliki nilai-nilai dalam ideologi Pancasila, yaitu diantaranya, persatuan, gotong royong, kemanusian yang adil dan beradab, dan permusyawaratan. 

Baca Juga : Modal Kuat Jawa Barat

Lebih jauh lagi character building merupakan upaya untuk mengembangkan akhlak dan nilai-nilai yang baik pada diri masyarakat, sehingga mereka memiliki ketahanan diri untuk menolak berbagai nilai atau ideologi yang tidak sesuai dengan watak bangsa Indonesia. Sasaran dari pendidikan ini khususnya kepada kalangan generasi muda yang pada kesehariannya terpaut dengan teknologi digital, khususnya media sosial. Metode pendidikan yang digunakan parsitipatif menanamkan nilai-nilai Pancasila untuk dapat membangun nasionalisme dan cinta tanah air.


Editor : Doni Ramdhani