Sikap Kami: Pemimpin yang Tak Diinginkan

INDONESIA pernah punya The Magnificent Seven. Tujuh pendekar. Tujuh yang agung. Tapi, kini Indonesia juga punya tujuh yang busuk.

Sikap Kami: Pemimpin yang Tak Diinginkan
Korupsi berjamaah. Foto: Ilustrasi/kppod.org

Tapi, itulah fakta yang terjadi kini. KPK membeberkan tujuh bupati yang terjerat jual beli jabatan itu adalah Bupati Klaten, Nganjuk, Cirebon, Kudus, Jumbang, Tanjungbalai, dan terakhir Probolinggo. Ada satu dari Jawa Barat: Cirebon.

Kita tak habis pikir, bagaimana pejabat lebih tinggi justru menekan bawahannya hanya untuk meminta uang receh. Bupati memalak yang mau jadi kepala dinas, bahkan jadi penjabat kepala desa. Sudah hilang akal dan nurani.

Dalam kejadian yang sama seperti ini, selalu kita mendengar alasan klasik: karena biaya politik yang tinggi. Menjadi pertanyaan, kalau biaya tinggi dan tak mungkin terkembalikan oleh uang halal, kenapa mau jadi kepala daerah, bupati?

Baca Juga: Sikap Kami: 'Surga' Kita, Rumah Kita

Padahal pula, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menanggung sebagian ongkos politik itu. Biaya sosialisasi, beriklan, dan sebagainya, diatur secara prorata oleh komisi penyelenggara.

Ternyata, biaya lain masih tetap besar. Biaya saksi. Biaya ke partai politik untuk mendapatkan perahu.

Buat kita, ini situasi yang berbanding terbalik dengan kenormalan. Biasanya, orang yang layak jadi pemimpin, justru diongkosin rakyatnya. Sebab, rakyat paham kepemimpinannya akan membawa hal yang baik.


Editor : inilahkoran