Sikap Kami: Apologi Pilkada Pak Menteri

BERKATALAH Menteri Mahfud Md. “Di Jakarta dan Aceh tak ada pilkada, justru angka infeksi tinggi. Di Aceh naik, di DKI selalu jadi juara satu, tertinggi penularannya,” katanya. Lalu, Menteri Airlangga menyambung: “Beberapa daerah, termasuk DKI, itu tidak melakukan pilkada, namun angkanya ada merangkak, meningkat,” ujarnya.

Sikap Kami: Apologi Pilkada Pak Menteri

BERKATALAH Menteri Mahfud Md. “Di Jakarta dan Aceh tak ada pilkada, justru angka infeksi tinggi. Di Aceh naik, di DKI selalu jadi juara satu, tertinggi penularannya,” katanya. Lalu, Menteri Airlangga menyambung: “Beberapa daerah, termasuk DKI, itu tidak melakukan pilkada, namun angkanya ada merangkak, meningkat,” ujarnya.

Terus terang, sedih kita mendengar pernyataan-pernyataan seperti itu. Apologi yang dirangkai dengan logika bengkok. Jangan-jangan nanti ada yang berpikir, agar tak tinggi penularan virus corona, selenggarakan saja pilkada atau pesta demokrasi sejenisnya.

Begini Pak Menteri, yang dikhawatirkan banyak pihak adalah pilkada bisa menjadi klaster baru penyebaran corona. Peluang itu ada karena pilkada potensial terjadi pengumpulan massa.

Baca Juga : Sikap Kami: Kita Makin Gagap

Bahwa pilkada sudah mulai menyumbang pertumbuhan angka positif Covid-19, tak perlu dibantah. Sudah ada faktanya. Hingga kemarin, sudah empat calon kepala daerah meninggal karena terpapar Covid-19.

Terbaru Ibnu Saleh, kandidat petahana di Pilkada Bangka Tengah, yang meninggal Minggu (4/10).  Sebelumnya sudah ada Kena Ukur Karo Jambi Surbakti (Karo), Muharram (petahana Berau), dan Adi Darma (Bontang).

Sebelumnya juga, sudah ada 63 kandidat yang terjangkit Covid-19. Kalau tak percaya, tanya KPU. Sebagian di antaranya, terpapar saat wira-wiri mengurus administrasi pencalonan ke Jakarta. Jadi, tak benar kalau pilkada tak berkorelasi dengan sejumlah kasus corona di Tanah Air.

Baca Juga : Sikap Kami: Pemenang Pilkada: Golput!

Membandingkan dengan Jakarta yang tak ada pilkada, tentu saja agak bengkok logikanya. Selain karena tingkat kepatuhan warga yang masih rendah, daerah padat dan pusat segala rupa, tak bisa disangkal tingginya kasus Jakarta karena tes usap PCR yang tinggi. Seminggu sudah lebih 6 ribu dari 1 juta warga yang melakukannya. Jauh di atas standar WHO.

Halaman :


Editor : Zulfirman