Sikap Kami: Belanda Masih Jauh

SILIH berganti lembaga survei melansir hasil “terawangnya”. Fokus mereka: 2024. Untuk Pemilu Legislatif, dan –yang lebih ramai lagi—Pemilihan Presiden.

Sikap Kami: Belanda Masih Jauh

SILIH berganti lembaga survei melansir hasil “terawangnya”. Fokus mereka: 2024. Untuk Pemilu Legislatif, dan –yang lebih ramai lagi—Pemilihan Presiden.

Padahal, Belanda masih jauh. Masih sekitar tiga tahun.

Tak ada yang tahu, apakah “terawang” tersebut murni atau tidak. Ikhlas atau tidak. Tendensius atau tidak. Punya target tertentu atau tidak. Dibiayai sendiri, si A, atau si B, atau? Hanya mereka yang tahu. Yang kita pahami, tak sedikit juga lembaga survei merangkap sebagai konsultan politik. Dalam posisi sebagai konsultan politik, maka ada kebutuhan-kebutuhan tertentu dari klien yang harus “dimainkan”.

Baca Juga : Sikap Kami: Universalitas Persib

Buat kita tak terlalu penting itu. Bukankah Belanda juga masih jauh? Sebelum Belanda datang, masih banyak kemungkinan yang bisa terjadi. Bisa gaduh politik. Bisa ketiban durian runtuh. Bisa pula terhimpit batu kali raksasa, tak bisa bernapas lagi.

Tapi, tentu tak bisa pula kita pungkiri, angka-angka itu tetap penting, bagi politisi. Terutama mereka pengincar bangku legislatif, apalagi kursi Istana. Betapapun Belanda masih jauh, hasil survei itu adalah gambaran, rekam jejak kekinian. Patut jadi (salah satu) acuan.

Biasanya, hasil-hasil telisik lembaga survei itu, karena rentang waktu masih sangat panjang, memang hanya dijadikan kompas. Penunjuk arah kemana tatapan harus dituju. Jalannya masih penuh liku. Tapi, karena Belanda masih jauh, maka pilihan-pilihan jalan masih banyak tersedia.

Baca Juga : (Sikap Kami) Lambannya Kasus Denny Siregar

Jalan mana yang hendak ditempuh? Sudah pasti, jalan yang mulus. Tak apa sedikit berilku, tapi tak banyak onak durinya. Bahwa kemudian terpilih jalan sesat, mungkin saja. Bukankah politik menghadirkan risiko untuk itu?

Halaman :


Editor : Zulfirman