Istri Minta Cerai Tanpa Hak, Benarkah Dilaknat?

Pada dasarnya, seorang wanita (istri) haram meminta (menuntut) cerai terhadap suaminya kecuali adanya sebab yang dibenarkan; seperti perlakuan suami yang buruk terhadap dirinya -tidak mencukupkan nafkahnya, suka memukul dan menganiaya, dan semisalnya- atau tidak ada rasa suka dalam dirinya terhadap suaminya sehingga membuatkan takut akan menelantarkan hak-hak suami.

Istri Minta Cerai Tanpa Hak, Benarkah Dilaknat?
Ilustrasi/Net

Syaikh Ibmu Jibrin menjelaskan beberapa perkara yang membolehkan seorang wanita mengajukan Khulu:

Pertama, Apabila seorang wanita membenci karakter akhlak suaminya seperti kasar, temperamen, mudah tersinggung, sering marah-marah, terlalu saklek, kurang bisa menerima kekurangan maka ia boleh mengajukan khulu.

Kedua, apabila tidak suka dengan tampangnya seperti memiliki cacat, buruk rupa, kurang pada panca inderanya, maka ia dibolehkan meminta khulu.

Ketiga, apabila ada cacat dalam agamanya seperti suka meninggalkan shalat, meremehkan shalat Jamaah, tidak puasa Ramadhan tanpa udzur syari, atau melakukan perbuatan haram seperti zina, mabuk-mabukan, suka nongkrong, maka dibolehkan baginya menuntut khulu.

Keempat, jika suami tidak memberikan haknya seperti nafkah, pakaian, dan kebutuhan pokoknya padahal ia mampu memberikannya; maka istri tersebut boleh mengajukan khulu.

Kelima, apabila suami tidak bisa menunaikan kewajiban nafkah batin karena memiliki penyakit seksual atau tidak adil dalam pembagian jatah giliran. Maka ia boleh mengajukan Khulu.

Ringkasnya, bahwa istri berkewajiban mentaati suaminya dan memberikan pelayakan yang baik kepadanya. Tidak boleh meminta pisah darinya tanpa ada alasan yang dibenarkan syariat dan tanpa ada bahaya yang bisa mengancamnya. Jika karena sang istri punya Pria Idaman Lain (PIL) lalu ia menggugat cerai suaminya maka ia telah melakukan dosa besar dan diancam dengan kehinaan di akhirat; tidak akan mencium bau surga. [ ]


Editor : Bsafaat