Jalan Pemimpin

SETIDAKNYA ada tiga hal yang menentukan jalan (calon) pemimpin di Indonesia. Ketiganya, politisi itu sendiri, partai politik pemilik hak mengajukan calon, dan last but not least: Allah Subhanahuwatalla.

Jalan Pemimpin

SETIDAKNYA ada tiga hal yang menentukan jalan (calon) pemimpin di
Indonesia. Ketiganya, politisi itu sendiri, partai politik pemilik hak mengajukan
calon, dan last but not least: Allah Subhanahuwatalla.


Seorang politisi, betapapun dia memiliki ambisi, sulit menemukan jalan jika dua
hal lain itu tak terpenuhi. Berbekal kemauan, ditambah restu partai, tapi kalau
belum takdirnya, ya tentu takkan bisa.


Tengoklah Airlangga Hartarto, misalnya. Betapapun dia berkeinginan, partai
politiknya pun memutuskan mengusungnya berdasarkan kesepakatan
musyawarah nasional, tapi takdir menentukan jalan yang berat untuknya.
Elektabilitasnya tak naik-naik.


Bandingkan dengan Anies Baswedan saat mengikuti Pilkada DKI Jakarta 2017
lalu. Sampai menjelang pendaftaran, tak seorang pun menyebut namanya.
Tapi, takdir menentukan lain. Di detik-detik terakhir, koalisi Gerindra dan Partai
Keadilan Sejahtera mengusungnya. Dan jadi.


Begitu pula dengan Ridwan Kamil. Tahun 2017 itu, sejatinya namanya disebut-
sebut sebagai salah satu kandidat. Gerindra mulai mendekatinya. Tapi, ibunya,
Tjutju Sukaesih menasihatinya untuk tidak mengambil kesempatan itu.


Kenapa? Tugasnya belum selesai di Kota Bandung kala itu. Lagi pula, sang
ibunda rupanya lebih ingin Ridwan Kamil mengabdikan diri untuk Jawa Barat
lebih dulu.


Menyesalkah Emil? Rasa-rasanya tidak. Sebab, dia percaya kepada takdir itu.
Jika pun tahun depan dia ikut Pilkada DKI Jakarta, atau bahkan tetap ikut
kontestasi di Jawa Barat, maka itu adalah juga takdir. Takdir pula yang
menentukan, apakah dia masih bisa ikut kontestasi Pilpres 2023, meskipun
kesempatannya di atas kertas tak begitu besar.

Halaman :


Editor : tantan