Jual Pestisida Palsu, Dua Tersangka Diamankan Satreskrim Polresta Bandung

Satreskrim Polresta Bandung mengungkap kasus penjualan merk obat pembasmi hama pestisida palsu  yang terjadi di wilayah Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung.

Jual Pestisida Palsu, Dua Tersangka Diamankan Satreskrim Polresta Bandung
Kapolresta Bandung Kombes Pol Kusworo Wibowo saat ekspos pengungkapan penjualan merk obat pembasmi hama atau pestisida palu. Rd Dani R Nugraha

Sehingga, kata Kusworo, tersangka AM tersebut mendapatkan keuntungan dari mulai harga Rp. 2.000.000 sampai dengan Rp.3.000.000,- setiap seminggu sekali. Sedangkan tersangka DK mendapatkan keuntungan setiap bulan sebesar Rp.5.000.000 hingga Rp.10.000.000 per bulan.
     
Menurut keterangan dari salah satu tersangka, memproduksi dan memperdagangkan produk pungisida merek syngenta tersebut sejak  2021. Total keuntungan yang sudah didapatkan selama kurang lebih dua tahun sebesar Rp.72.000.000.

"Pengungkapan kasus ini juga untuk menjawab terkait mahalnya harga beras saat ini, maka dari itu kami melakukan penindakan terhadap faktor-faktor pangan, beras maupun sumber daya pertanian,"katanya.

Atas perbuatannya kedua tersangka dijerat Pasal 100 dan 102 UU Merk, tentang barang siapa tanpa hak menggunakan merk, dimana merk tersebut telah terdaftar oleh pihak lain, maka diancam dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun pidana penjara.

Bisnis Sustainability Manager PT Syngenta Indonesia Mirna Mutiara mengatakan, akibat adanya pemalsuan ini yang paling dirugikan dan terdampak adalah para petani.

"Karena ketika petani gunakan (pestisida palsu), maka panen akan gagal. Ketika gagal panen kita tidak ada produksi pangan. Kalau tidak ada produksi pangan dampaknya gangguan terhadap ketahanan pangan. Jika petani mengalami kegagalan, itu dampaknya terhadap perekonomian petani," ujarnya.

Mutiara mengatakan, pihaknya mengetahui adanya barang palsu tersebut dari keluhan dan aduan para petani yang menjadi korban.

"Jadi mereka (petani) mengadukannya lewat sosial media resmi Syngenta. Dari situ kami mulai menelusuri," katanya.


Editor : Ahmad Sayuti