Kepemimpinan Melayani (Servant Leadership) Bagian 1

Guru Besar SBM ITB Profesor Dermawan Wibisono kembali menyoroti tantangan besar revolusi mental di Indonesia. Dermawan juga menyoroti bagaimana fenomena prilaku masyarakat yang memprihatinkan, ketika para terdakwa tak lagi punya rasa malu atas kesalahan dan dosanya, ketika guru tak merasa terhina ketika anak-anak didiknya berlomba mengikuti bimbingan belajar, serta prilaku-prilaku lainnya.

Kepemimpinan Melayani (Servant Leadership) Bagian 1
Guru Besar SBM ITB, Profesor Dermawan Wibisono (Foto Istimewa)

INILAHKORAN,Bandung,- Sudah lebih dari 9 tahun kata "revolusi mental" bergulir dan menjadi hit dalam berbagai pemberitaan media massa. Hal itu karena terkait dengan agenda pemerintah untuk melakukan pembaharuan masyarakat Indonesia di segala bidang. 

Perbedaan sudut pandang akan pengertian kata "revolusi mental" yang masih samar bagi sebagian masyarakat, membuat agenda yang harus dilaksanakan belum mendapatkan perhatian dan kesamaan langkah dalam mewujudkannya hingga saat ini.

Kita lihat dalam struktur kebutuhan manusia, telah lama dirumuskan Abraham Maslow (1954) dalam bukunya Motivation and Personally, kebutuhan manusia pada dasarnya terbagi menjadi lima tingkatan: kebutuhan fisik (sandang, pangan, papan), kebutuhan keamanan (safety), kebutuhan sosial (love/ belonging), kebutuhan pencapaian (esteem), dan aktualiasi diri (self actualization). 

Baca Juga : Kepemimpinan Melayani (Servant Leadership) Bagian 2

Dalam sebagian masyarakat saat ini, terjadi pemenuhan kebutuhan yang stagnan dan mentok pada pemenuhan kebutuhan level 3 saja dan paling mentok ke tingkat kebutuhan ke empat, yang skalanya makin lama makin membesar. 

Tetapi tidak pernah beranjak ke level lebih tinggi lagi yaitu pemenuhan kebutuhan aktualiasi diri. Sehingga dengan gamblang setiap hari media massa dihiasi dengan kasus-kasus korupsi yang menyeret banyak pejabat yang datang silih berganti sejak orde baru sampai saat ini.  

Kasus-kasus yang tampaknya bukan akan berkurang tapi terus bertambah, sehingga seolah-olah menjadi hal yang biasa. Melihat para terdakwa masih bisa tersenyum semringah, melambaikan tangan kepada segenap wartawan dan masyarakat, dan mengenakan baju batik yang bagus di kursi pengadilan, walau telah dibalutkan rompi kuning di atasnya.

Baca Juga : Ridwan Kamil Kriteria Calon Pendamping Prabowo, Gerindra Jabar Sebut Sedang Dibahas Pimpinan Partai Koalisi

Melihat perubahan perilaku seperti itu, di mana terdakwa tidak lagi merasa malu sebagai tertuduh, datang ke pengadilan dengan menutup mukanya yang sedih tak terkira akan aib yang telah dibuatnya. Malu karena telah mencoreng martabat dan harga dirinya, keluarganya, masyarakat pemilihnya dan institusi tempat bernaungnya. 

Halaman :


Editor : Ghiok Riswoto