Kepemimpinan Melayani (Servant Leadership) Bagian 1

Guru Besar SBM ITB Profesor Dermawan Wibisono kembali menyoroti tantangan besar revolusi mental di Indonesia. Dermawan juga menyoroti bagaimana fenomena prilaku masyarakat yang memprihatinkan, ketika para terdakwa tak lagi punya rasa malu atas kesalahan dan dosanya, ketika guru tak merasa terhina ketika anak-anak didiknya berlomba mengikuti bimbingan belajar, serta prilaku-prilaku lainnya.

Kepemimpinan Melayani (Servant Leadership) Bagian 1
Guru Besar SBM ITB, Profesor Dermawan Wibisono (Foto Istimewa)

Masyarakat kita adalah masyarakat verbal, yang suka ngobrol. Membaca bukan merupakan kebutuhan diri, apalagi menulis. Sehingga teks books yang dikarang oleh guru atau dosen pun menjelang pensiun, mungkin cuma 1 buah untuk memenuhi kriteria Departemen Pendidikan untuk keperluan kenaikan pangkat. 

Bukan merupakan kebutuhan atau proses aktualisasi diri, tetapi hanya sekedar memenuhi kewajiban. Jadi tidak heran kalau dalam ujian nasional beberapa tahun yang lalu, untuk soal yang diujikan pun materinya dicontek dari teks book bahasa asing, tanpa penulisan referensi yang benar.

Oleh karena itu revolusi mental atau lebih tepatnya revolusi karakter ini mesti dimulai dari pendidikan dasar. Karena saat usia dasarlah terbentuk logika dan pengembangan pribadi yang paling pesat terjadi dalam usia seseorang. 

Seperti diketahui, dalam studi di Inggrs dinyatakan usia perkembangan logika seorang anak adalah saat usianya 3 sampai 12 tahun sebagai tahun perkembangan terpesat. 

Saat ini di lingkungan sekolah di Indonesia, terbentuk lingkungan yang sangat transaksional, yang salah satunya dengan dikepungnya sekolah oleh aneka bimbingan belajar. 

Guru di sekolah, tidak lagi merasa terhina kalau muridnya ikut bimbingan belajar. Sekalipun itu terjadi di sekolah favorit di kota itu. Bahkan banyak guru yang berterima kasih dengan keberadaan bimbingan test ini, karena  tanggung jawabnya sudah diambil oleh bimbingan tes tersebut. 

Bagi mereka, para guru itu, hal seperti ini bukan lagi 'penghinaan' karena ketidakmampuan dirinya menerangkan materi dengan jelas di kelas. Bahkan banyak guru yang berperanan menjadi agent. 


Editor : Ghiok Riswoto