Kepemimpinan Melayani (Servant Leadership) Bagian 2

Guru Besar SBM ITB Profesor Dermawan Wibisono kembali menyoroti tantangan besar revolusi mental di Indonesia. Dermawan juga menyoroti bagaimana fenomena prilaku masyarakat yang memprihatinkan, ketika para terdakwa tak lagi punya rasa malu atas kesalahan dan dosanya, ketika guru tak merasa terhina ketika anak-anak didiknya berlomba mengikuti bimbingan belajar, serta prilaku-prilaku lainnya.

Kepemimpinan Melayani (Servant Leadership) Bagian 2
Guru Besar SBM ITB, Profesor Dermawan Wibisono (Foto Istimewa)

INILAHKORAN,Bandung,- Jargon guru yang di Jawa merupakan akronim 'digugu lan ditiru' (dipatuhi dan dicontoh) kemudian mulai tahun 1970 an bergeser menjadi 'wagu tur kuru' (tidak pantas dan kurus kering) karena penghargaan yang minim pada tenaga pendidik saat itu dan mulai bergesernya nilai-nilai di masyarakat yang ditumbuhkan oleh aspek komersialisasi pada segala hal saat itu.

Tahun-tahun sekarang lah mulai kita lihat hasil dari proses 30-40 tahun lalu itu. Yaitu timbulnya semangat transaksional, hedonism, tidak respek terhadap pendidik, yang merupakan konsekuensi logis dari perubahan karakter kedua belah pihak yang memang didisain ke arah sana.

Jadi saat ini kita seperti terkaget-kaget melihat sosok pimpinan seperti Ibu Risma-ex Walikota Surabaya, karena seolah-olah kita tiba-tiba melihat makhluk dari planet lain. Kita merasa she is out of the box. Karena sudah lama kita berada di dalam box yang gelap tersebut.

Baca Juga : Kepemimpinan Melayani (Servant Leadership) Bagian 1

Hingga kemudian kerap muncul gumaman: hari gini walikota pegang sapu lidi? itukan pencitraan, dsb. Sebagian masyarakat kita terbelah menjadi dua, yang bersikap skeptis, curigaan, menuduh segala sesuatu ada pamrihnya, pencitraan jelang pemilu, dan sebagainya, karena sebagian masyarakat ini tumbuh dan berkembang dalam susasana seperti itu, negative thingking dan diliputi mental komersialisasi.

Penilain terhadap orang lain selalu diidentikan dengan tata nilai yang dipegang oleh dirinya sendiri. Setengah masyarakat yang lain memahaminya sebagai pengejawantahan teori aktualisasi diri dari Abaraham Maslow tersebut di atas.

Dari sisi kajian akademis, perkembangan teori Servant Leadership (Robert K. Greenleaf, 1970), saat ini mendapatkan contoh nyata ketika dulu kita memiliki pemimpin seperti Bung Hatta yang untuk beli sepatu Bally pun tak pernah kesampaian. Hingga guntingan koran bergambar sepatu itupun masih beliau simpan sampai sekarang.

Atau Haji Agus Salim yang tak pernah memiliki rumah bagus. Contoh lain adalah sosok Mahatma Gandhi yang hidup dengan dua lembar kain tersampir di badannya dan menggelandang ke sana kemari atau Ibu Theresia di India sana.

Halaman :


Editor : Ghiok Riswoto