Lapar Berguna sebagai Terapi Kesehatan

PUASA itu junnah, perisai. Bukan hanya bagi jiwa yang dekil, dengan menyucikannya, tapi juga raga, hingga mampu menangkis berbagai macam penyakit.

Lapar Berguna sebagai Terapi Kesehatan
ilustrasi/net

PUASA itu junnah, perisai. Bukan hanya bagi jiwa yang dekil, dengan menyucikannya, tapi juga raga, hingga mampu menangkis berbagai macam penyakit.

Banyak kalangan, meski non Islam, mengakui hal itu. Napoleon Bonaparte, tokoh Perancis yang namanya demikian melegenda, pernah mengatakan, "terapiku adalah puasa". Pun pernyataan Prof. Nicholev Wanzlop, seorang ilmuwan Rusia, "lapar dapat berguna sebagai terapi kesehatan".

Pada tahun 1975, Allan Cott dalam artikelnya berjudul Fasting as A Way of Life mencatat pula : "Puasa memberikan istirahat fisiologis menyeluruh bagi sistem pencernaan, sistem saraf pusat, dan menormalisasi metabolisme."

Di beberapa negara, seperti Jepang, Korea, Perancis, Cina, Taiwan, dan Amerika Serikat, puasa telah dijadikan suatu terapi alternatif. Di dua kota di Jepang, Osaka dan Kyoto misalnya, ada sanatorium (klinik) yang "mewajibkan" pasiennya menjalani puasa untuk mengobati penyakitnya.

Demikian juga di Jerman, pernah didirikan pondok pengobatan, dimana pada para pengunjungnya diberikan resep "pewajiban" menahan makan dan minum lebih dari 10 jam namun kurang dari 20 jam setiap hari, disamping anjuran untuk melakukan aktivitas ringan. Program ini sendiri biasanya dilaksanakan tidak kurang dari tiga atau empat minggu. Nyaris mirip dengan perintah puasa yang diwajibkan bagi orang beriman.

Menurunkan Kegemukan dan Radikal Bebas

Pada Desember 1997 sampai dengan Februari 1998, Suharyati D. Kartono melakukan penelitian di Poliklinik Geriatri RSCM, Jakarta. Melibatkan reponden usia lanjut laki-laki dan perempuan berumur > 60 tahun yang melaksanakan puasa Ramadhan.

Halaman :


Editor : tantan