Masuk Islam Hidup Kok Jadi Melarat?

Dulu ada beberapa orang Arab yang mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk masuk Islam. Setelah pulang ke kampung, mereka akan memperhatikan apakah setelah masuk Islam penghasilan mereka akan bertambah ataukah justru sebaliknya mereka akan berkurang.

Masuk Islam Hidup Kok Jadi Melarat?
Ilustrasi/Net

Allah Ta'ala menyebut orang semacam ini dalam Alquran sebagai manusia yang beribadah kepada Allah di pinggiran. Menganggap benar Islam jika menguntungkan, mereka mau taat jika dapat nikmat, mau mengikuti syariat hanya untuk mencari enaknya saja. Allah berfirman:

"Ada beberapa orang yang mereka beribadah kepada Allah di pinggiran. Kalau dia mendapat kebaikan, dia merasa tenang dengan Islam. Namun ketika dia mendapatkan fitnah, mendapatkan ujian dia berpaling, dia murtad. Allah sebut orang ini rugi dunia akhirat." (QS Al-hajj: 11)

Dilanjutan bahwa Allah berfirman, "Mereka itu orang yang rugi dunia dan akhirat dan itulah kerugian yang nyata."

Baca Juga : Cara Marah Bagi Suami-Istri Sesuai Tuntunan Islam

Baik, tentu saja kita tidak ingin seperti mereka namun coba kita akan lihat kenyataan di lapangan. Terutama untuk kasus yang dialami oleh mereka yang dulunya berkecimpung dalam dunia yang terlarang perbankan, asuransi atau semua unit kerja yang masih bersinggungan dengan riba.

Mereka mengatakan "Saya sudah berusaha meninggalkan yang haram kenapa rezeki saya masih seret? Saya sudah meninggalkan riba, asuransi mengapa Allah Ta'ala belum mengganti pekerjaan yang layak? Katanya ikut ekonomi syariat rezeki akan bertambah dan berkah, mana buktinya?"

Baik, kita bisa bandingkan cara berpikir seperti ini dengan cara berpikir orang badui yang tadi disinggung oleh Allah dalam Alquran. Mereka ikut Islam dengan prinsip Islam harus menguntungkan secara duniawi, dia berpikir mengikut aturan ekonomi syaiat haruslah menguntungkan, ketika benar dia dapat untung setelah meninggalkan riba dia merasa semakin yakin bahwa ekonomi syariat itu benar.

Sebaliknya ketika kenyataan tidak seperti yang dia bayangkan, dia kecewa, lalu dia kembali kepada aktivitas bisnis, aktivitas pekerjaan yang rentan dengan dunia haram. Seharusnya kita berpikir sebaliknya, ketika anda mengikuti aturan ekonomi syariat, kita harus siap dengan setiap konsekuensi pahit yang akan kita jumpai dalam aturan itu.


Editor : Bsafaat