Menelisik Kiprah dan Jejak Perjalanan Panjang Paguyuban Pasundan dalam Membangun Tatar Pasundan

Paguyuban Pasundan tak bisa dilepaskan dari berbagai pencapaian Kota Bandung dan daerah lainnya di Tatar Pasundan. Sebagai perkumpulan tertua, Paguyuban Pasundan memiliki peran penting khususnya dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM)

Menelisik Kiprah dan Jejak Perjalanan Panjang Paguyuban Pasundan dalam Membangun Tatar Pasundan
Ketua Paguyuban Pasundan, Didi Turmudzi saat menjalani sesi wawancara beberapa waktu lalu.

Untuk mengejawantahkan dua misi tersebut, Paguyuban Pasundan pun bergerak di beberapa bidang salah satunya bidang pendidikan. Pada tahun 1922 lahirlah Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Pasoendan. Ternyata kualitasnya bisa mengalahkan kualitas sekolah-sekolah yang ada saat itu. 

Bahkan, melahirkan banyak lulusan yang menjadi tokoh penting, seperti Umar Wirahadikusumah, wakil presiden RI ke-4. Ada juga yang jadi Gubernur Jabar, Pak Mashudi. Ada juga yang jadi rektor dan Menteri Pertanian. "Paguyuban Pasundan melahirkan SDM yang andal untuk Bandung dan Indonesia," akunya.

Selain bidang pendidikan, Paguyuban Pasundan juga tetap eksis di bidang ekonomi dengan membuat Bank Central Pasundan. Paguyuban ini juga sudah melatih 14.000 UMKM. Ada pula percetakan dan penerbitan yaitu Sipatahunan. Bahkan pembacanya sampai ke Asia Tenggara.

"Koran berbahasa Sunda tapi dibaca sama orang asing. Ini menjadi nilai utama tersendiri jika budaya Sunda memang sangat diminati oleh banyak pihak kala itu," ucapnya.

Paguyuban Pasundan juga memiliki Yayasan Kesejahteraan Pasundan untuk membantu menyekolahkan anak-anak Sunda yang kurang mampu. Didi menambahkan, fokus Paguyuban Pasundan adalah pembenahan pendidikan, ekonomi, dan pelestarian budaya.  

"Kalau pelestarian budaya yang sudah berjalan itu kita membuat akademi budaya Sunda. Di sana kami melatih para pejabat Pemkot Bandung dari mulai kepala dinas, para asisten, camat, lurah dan kepala sekolah Kota Bandung. Kita bantu untuk bisa berbahasa Sunda dalam memaparkan sesuatu,"ungkap Didi.

Menurutnya, dulu pada tahun 1960, budaya Sunda di Bandung masih sangat kental. Siapapun yang datang ke Bandung, dari manapun asalnya mereka berusaha menjadi seperti orang Sunda. Kini, menurut Didi, banyak para generasi muda yang kadang takut bicara pakai Bahasa Sunda karena adanya undak usuk basa. 


Editor : Ghiok Riswoto