Orang Gila di Kota Cirebon Capai 134 Orang

Jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di Kota Cirebon yang terkategori difabel keterbelakangan mental (orang gila) mencapai ratusan orang.

Orang Gila di Kota Cirebon Capai 134 Orang
INILAH, Cirebon - Jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di Kota Cirebon yang terkategori difabel keterbelakangan mental (orang gila) mencapai ratusan orang.
 
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Cirebon mendata, jumlah difabel keterbelakangan mental untuk Pemilu 17 April 2019 mencapai 134 orang. Selain itu, masih 588 pemilih dengan jenis difabel lain.
 
Kepala Sub Bagian Program dan Data KPU Kota Cirebon Efar Januar Udnur menyebutkan, total jumlah pemilih difabel se-Kota Cirebon hingga 14 November 2018 tercatat 722 orang. Jumlah itu terbagi dalam lima jenis kategori, masing-masing tuna daksa 165 orang, tuna netra 99 orang, tuna rungu 151 orang, tuna grahita 134 orang, dan difabel lain 173 orang.
 
"Untuk orang gila masuk kategori difabel tuna grahita 134 orang," ujarnya.
 
Jumlah tersebut tersebar di lima kecamatan, yakni Kecamatan Kejaksan 20 orang, Kecamatan Lemahwungkuk 31 orang, Kecamagam Harjamukti 31 orang, Kecamagam Pekalipan 31 orang, dan Kecamatan Kesambi 21 orang.
 
Data tersebut, jelasnya, diperoleh berdasarkan hasil pencocokan dan penelitian (coklit) Pilgub Jawa Barat 2018. Kala dilakukan coklit langsung, seseorang akan terlihat tergolong difabel atau tidak.
 
"Kalau tergolong difabel, dimasukkan ke aplikasi sistem daftar pemilih (SIDaLIH)," cetusnya.
 
Pada Pemilu 2019 nanti, jumlah DPT kota Cirebon sendiri mencapai 237.811 orang, meliputi 117.458 laki-laki dan 120.353 perempuan. Jumlah itu tersebar di lima kecamatan, masing-masing Kecamatan Kejaksan 34.224 orang, Lemahwungkuk 44.516 orang, Harjamukti 81.361 orang, Pekalipan 23.023 orang, dan Kesambi 54.687 orang.
 
Para pemilih akan menggunakan hak pilihnya di 973 tempat pemungutan suara (TPS). KPU Kota Cirebon sendiri terus melakukan sosialisasi guna meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu.
 
Sementara, Ketua KPU Kota Cirebon, Didi Nursidi mengungkapkan, secara umum setiap warga negara yang sudah berusia 17 tahun atau telah menikah, secara hukum berhak dipilih dan memilih. Untuk seseorang yang sedang terganggu jiwanya, dia menegaskan, hak pilihnya tetap tak hilang.
 
"Sesuai ketentuan, orang gila tetap punya hak pilih," tegasnya.


Editor : inilahkoran