Sikap Kami: Tom Moore

ANDAI saja Tom Moore tak meninggalkan Indonesia, tepatnya Sumatera, dekade 1940-an lalu, mungkin kita juga punya pahlawan kebaikan. Tapi, dia pulang ke Inggris dan jadi hero justru di ujung usianya.

Sikap Kami: Tom Moore

Apa yang terjadi di Inggris nyaris sama seperti apa yang kita alami. Tapi, kita nyaris tak punya orang seperti Tom Moore, pria yang pernah menginjakkan kakinya di Sumatera. Alih-alih bersatu-padu menghadapi pandemi, kita masih asyik dengan keterpecahbelahan.

Tengoklah, hari-hari kita diwarnai dengan adu-mengadu. Lapor-melapor sesuai kepentingan sendiri-sendiri, kelompok-kelompok. Kita negeri yang seolah-olah tak memiliki kepentingan bersama.

Empati kita sirna karena kepentingan-kepentingan personal dan kelompok yang lebih menonjol. Jika empati dan simpati muncul, maka hampir pasti itu dicurigai kelompok lain. Serba susah.

Baca Juga : Sikap Kami: HRS 'Selamatkan' Puncak

Ditambah lagi, direksi penanganan wabah yang hampir selalu berubah-ubah. Berbeda-beda, bukan hanya sekadar karena cara yang mesti berbeda, tetapi kadang karena beda kepentingan pula.

Dalam kondisi seperti itulah, kita perlu orang-orang seperti Tom Moore. Orang yang kepentingannya hanya satu: nilai-nilai kemanusiaan dalam kebersamaan. Sayangnya, dulu, 70-80 tahun lalu, dia pergi meninggalkan Indonesia, tepatnya Sumatera. (*)
 

Halaman :


Editor : Zulfirman